Menurut cerita dari masyarakat Mantar, Poto Tano, Sumbawa Barat, sekitar abad 16 ada kapal kayu berukuran cukup besar dari Thailand berlayar menuju Nusantara. Kapal itu sempat singgah di beberapa pelabuhan di Jawa maupun Bali.
Nah, model kapal ini seperti kapal dagang. Selain barang dagangan, ada beragam penumpang di atasnya. Ada yang dari Melayu, Jawa, bahkan orang kulit putih dari Portugis.
Ceritanya, sesampai di Selat Alas, yang membelah Pulau Lombok dan Sumbawa, kapal tersebut dicegat sekawanan perompak hingga berbelok arah ke selatan, yakni Desa Tua Nanga, Poto Tano.
Rupanya nasib baik tak berpihak pada kapal ini. Mereka malah kena musibah dihantam ombak besar. Kapal ini pun pecah dan penumpangnya terdampar .
Tempat kejadian ini sekarang dikenal dengan sebutan “bangka belah”. Bangka berarti kapal, belah artinya pecah.
Di pesisir Kuang Busir, orang-orang yang terdampar tak menemukan sumber mata air minum. Maka, beberapa dari mereka mencari ke atas bukit dan menemukan dua sumber mata air yang dinamakan “tiu”.
Kisah inilah yang kemudian memunculkan mitos di Desa Mantar, yang berada di dekat Kuang Busir: ada warga yang memiliki kulit albino, putih susu, berbeda dengan warga lain yang berkulit sawo matang.
Bisa jadi mereka memiliki kesamaan genetika dengan warga asing yang tempo dulu menjadi penumpang kapal yang terdampar di Sumbawa.
Baca Juga: Inspirasi di Jayapura
Menurut kepercayaan masyarakat Desa Mantar, jumlah orang albino di desa tersebut hanya tujuh, tidak bisa lebih dan tidak bisa kurang. []