Perlahan Kojiro memandangi gemerlap kilau pedang pusakanya. Kemilau ditimpa sinar matahari. Teknik ilmu pedang tertinggi telah dicapainya. Di dermaga, kemarin sore, ia berhasil meloncat terbang, dan menetak leher burung camar. Terputus, terbelah.

Kojiro sangat yakin memenangkan duel kali ini, melawan samurai dungu, Musashi. Dan waktu yang dijanjikan tiba. Sore ini, di pantai ini, pedang semangat Musashi akan bertemu dengan pedang keahlian Kojiro.

Huh, dasar bodoh, keluh Kojiro. Musashi terlambat. Tehnik mengulur waktu tidak berarti bagiku, gumam Kojiro.

Terlihat Musashi datang dengan santainya, menaiki sampan kecil dari kayu. Dari hulu sungai kecil menuju muara pantai, tempat yang telah dijanjikan. Samurai Musashi mengelus-elus pedang kayu dari kayuh dayung kayu, yang baru selesai dibuatnya untuk melakukan duel kali ini.

Seorang samurai yang menyatu dengan alam. Apa arti semua ini? Tanah, bumi, air, api, rembulan, bintang, dan matahari, kalau seorang samurai telah menyatu dengan alam, maka tidak ada satu pun yang perlu untuk ditakuti lagi, gumam Musashi.

Segera ia melompat dari perahu sampan, dengan Kojiro berhadap-hadapan. Sementara, puluhan ribu pasang mata dari seluruh pelosok Negeri Sakura menyaksikan di sepanjang pantai. Mereka menghela nafas, menonton dengan tegang, seolah semua ingin jadi saksi dahsyatnya duel pertarungan kali ini.

“Kau kalah Kojiro,” gertak Musashi, “karena kau membuang sarung pedangmu, berarti engkau tidak akan memakainya lagi, hahaha,” sesumbar Musashi.

“Omong kosong,” jawab Kojiro, “Mari kita buktikan.”

Mereka berdua segera membetulkan posisi, mencari bentuk kuda-kuda yang tepat, agar tidak silau terkena sorot matahari yang sebentar lagi akan tenggelam. Beberapa gerakan dilakukan untuk mencari dan memenangkan pertempuran.

Hiiiaaaaaaaaaattttt! Keduanya berlari dan melompat. Adu pedang tak terelakkan. Pada saat pukulan terakhir, sunyi … sepi … Setelah sadar apa yang terjadi, bulu tengkuk Musashi bergidik. Tali rambutnya putus terkena sabetan pedang Kojiro. Beberapa sentimeter ke bawah, pasti lehernya yang putus.

Tapi jasad Kojiro tergeletak di tanah, dagu dan pipinya tersambar sabetan pedang kayu Musashi.

Apa yang kau cari, wahai, Samurai? Kesombongan? Laki-laki sejati? Tidak ada yang akan pernah tahu jawabannya. Hanya ingin menunjukkan bahwa Pedang Semangat lebih unggul dibanding dengan Pedang Keahlian. [] Senin, 19 Juli 2021

Sumber foto: Kojiro and Musashi

Wija Sasmaya
Author: Wija Sasmaya

Penulis dan penyair.

By Wija Sasmaya

Penulis dan penyair.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *