Roro Mendut berkata, “Kakang, engkau berani memasuki wilayah terlarang demi aku, untuk cinta kita. Sepertinya Kakang siap untuk menggadaikan nyawa. Begitukah Kakang?”           

Prono Citro menjawab, “Adikku Roro Mendut, jangan lagi ragukan cinta Kakang. Walau esok kita harus mati, kelak aku tetap mencarimu dan menemukanmu, walaupun harus melewati beribu kelahiran kembali. Tuhan telah menakdirkan kita untuk tetap bersatu, bersama selamanya.”

Demikianlah sepenggal percakapan dua insan yang tengah dimabuk asmara, di taman “sengkeran” atau  “pingitan”, wilayah kekuasaan Tumenggung Wiroguno.

Memang dalam sejarah, telah banyak peristiwa terjadi. Setelah gugurnya Adipati Jipang, Aryo Penangsang, oleh Pangeran Danang Suto Wijoyo, Sultan Hadi Wijoyo di Pajang memberikan hadiah pada putra angkatnya itu berupa alas atau hutan Mentaok.

Segera Pangeran Danang Suto Wijoyo membuka lahan “Alas Mentaok” menjadi kerajaan “Mataram Islam” yang berpusat di Kota Gede, dan kemudian beliau bergelar “Panembahan Senopati” ya “Khalifatullah Sayidin Panoto Gomo.”

Dengan bergulirnya waktu, timbul tarik-menarik dan perebutan pengaruh kekuasaan antara kerajaan Mataram  dan Pajang, milik ayahandanya sendiri.

Nah, Roro Mendut adalah putri boyongan dari Pajang, dibawa oleh salah satu senopati perang Mataram, yakni Tumenggung Wiroguno. Tapi kan ternyata Roro Mendut di daerah asalnya, Pajang, telah mempunyai seorang kekasih, yakni Prono Citro.

Alhasil, Prono Citro terus melacak dan mencari kekasihnya yang telah menjadi putri boyongan, sampai akhirnya bisa ketemu di taman “keputren” Tumenggung Wiroguno.

Namun menjelang fajar, prajurit jaga mengetahui ada maling di taman keputren, dan segera melapor ke Tumenggung Wiroguno. Dengan marah, beliau memerintahkan para prajurit untuk membunuh Prono Citro.

Kemudian Roro Mendut, melihat kekasihnya mati, segera menghunus keris “patrem “dan segera menusukkan ke tubuhnya sendiri.

Memang banyak cinta yang belum bisa bersatu di dunia fana ini. Mungkinkah cinta itu, bersatu di alam yang lain? Wallahualam bissawab. [Tegalmulyo, Kamis pahing, 2 januari 2020]

Wija Sasmaya
Author: Wija Sasmaya

Penulis dan penyair.

By Wija Sasmaya

Penulis dan penyair.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *