Salah satu kawasan terpenting dan bersejarah di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah Kota Tua Ampenan. Kawasan ini merupakan wilayah kampung-kota dengan historisitas tinggi. Selain kaya akan simbol multikulturalisme, Ampenan digolongkan UNESCO (Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebagai kota pusaka sejak 2016.
Dulunya, wilayah ini merupakan pusat kota dan perdagangan terbesar di NTB—dikenal pula sebagai kota bandar. Berbagai bangunan dengan gaya art deco menggambarkan kejayaan Ampenan di masa lalu. Juga, terdapat banyak kampung yang merepresentasikan keberagaman suku bangsa di Indonesia, di antaranya Kampung Tionghoa, Bugis, Melayu, Jawa, Arab, Sasak, dan Bali.
Uniknya, meskipun multietnis dan multikultural, warga setempat hidup toleran. Dengan heterogenitas yang dimiliki sebagai kota tua, Ampenan pun menjadi salah satu destinasi wisata di Lombok, baik itu wisata budaya, religi, kuliner, maupun alam (pantai). Lebih lanjut, kawasan yang memiliki warisan tak ternilai ini direvitalisasi khususnya oleh Pemerintah Kota Mataram.
Revitalisasi, secara fisik maupun nonfisik, tentu bukan sekadar upaya romantisasi, melainkan sebagai ikhtiar untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan pembangunan wilayah secara berkelanjutan. Revitalisasi Kota Tua Ampenan dalam konteks pengembangan pariwisata, seperti halnya di kawasan Kota Tua Jakarta dan Semarang, akan sangat “menjual” dan berpengaruh signifikan terhadap perekonomian masyarakat NTB.
Dari hal tersebut, penting untuk melihat bagaimana kreativitas dan partisipasi masyarakat Ampenan dalam proses revitalisasi. Masyarakat Ampenan sudah bergeliat misalnya dengan adanya Kawis Krisant (Kampung Wisata Kreatif Sampah Terpadu) di Lingkungan Selaparang. Tempat yang sebelumnya kumuh di tepian Sungai Jangkuk ini diubah warga menjadi ruang publik.
Ada pula festival kota tua sebagai ajang penghargaan terhadap budaya setempat. Namun, selain semua itu, masih diperlukan pengembangan pendidikan sistem mitigasi bencana karena letak Ampenan yang bersisian dengan pantai, apalagi ada bangunan tua yang terdampak gempa 2018 lalu. Sosialisasi mitigasi dan evakuasi bencana penting dilakukan terutama terhadap masyarakat setempat dalam konteks revitalisasi.
Pada akhirnya, dengan kreativitas pemberdayaan masyarakat dari segala sektor, serta sinergitas seluruh pemangku kepentingan, maka pembangunan bisa berjalan optimal. Sebagai kota tua, Ampenan dengan ragam sumber daya manusianya bisa dibilang memiliki potensi unggulan. Apabila potensi itu dapat dimaksimalkan dengan baik, niscaya tak hanya warganya yang berdaya secara ekonomi, sosial, dan budaya, tapi juga mampu berkontribusi bagi pembangunan NTB secara umum. []