Dua orang cantrik berjalan-jalan di kebun halaman belakang rumah gurunya yang luas. Mereka boleh berjalan-jalan di sana setiap pagi, siang, dan sore.
Jalan-jalan itu bagian dari praktik meditasi yang sedang mereka pelajari. Ya, meditasi mereka bukan hanya duduk, melainkan juga bergerak. Tapi, baik saat duduk maupun berjalan itu, mereka tetap harus memiliki kondisi batin yang sama: fokus bermeditasi.
Nah, kedua cantrik ini perokok berat. Maka, mereka hendak meminta izin kepada sang guru agar dibolehkan merokok saat berjalan-jalan di kebun.
“Mungkin dia akan bilang tidak boleh, tapi kita bertanya dulu. Kan, dia mau merokok di kebun, bukan di dalam rumah.”
Keesokan pagi harinya, mereka pun bertemu di kebun belakang seperti biasa. Namun, cantrik pertama terkejut saat melihat cantrik kedua santai menghisap sebatang rokok.
“Loh, kok, kamu merokok? Memang sudah dibolehin? Atau kamu melanggar larangannya?” tanyanya.
“Tidak. Kemarin malam aku bertanya, dan guru bilang boleh?” jawab cantrik kedua
“Hah? Serius? Aku juga kemarin malam bertanya, tapi dia bilang tidak boleh? Wah, ini gak adil. Aku akan bertanya lagi kepada guru.” Si cantrik pertama tampak tidak terima.
Cantrik kedua pun penasaran. “Tunggu dulu. Memangnya kamu bertanya apa pada guru kita?”
“Aku bertanya, ‘Bolehkah aku merokok saat bermeditasi?’ Dan guru langsung menjawab tegas, ‘Tidak boleh!’”
Mendengar keterangan itu, cantrik kedua hanya tertawa kecil, membuat cantrik pertama bingung dan bertanya ada apa.
“Aku tahu masalahnya di mana. Pertanyaan kita berbeda,” ucap cantrik kedua. “Kamu bertanya, ‘Bolehkah aku merokok saat bermeditasi?’; sementara aku bertanya, ‘Bolehkah aku bermeditasi saat merokok?’ Guru pun menjawab, ‘Boleh!’” []