Di dalam pewayangan, hanya ada dua manusia suci. Manusia dengan darah berwarna putih. Dalam seri Mahabarata, adalah Yudistira, Ya Raja Puntodewa, lilo donya, lilo ing pati—maksudnya, rela dunia dan rela nyawa sendiri. Kalau ada yang meminta kepadanya, pasti semua akan diberikan. Hartanya diberikan, takhta dan singgasananya diberikan, bahkan istrinya diberikan. Termasuk nyawanya diminta, maka dengan ikhlas akan diserahkan. Itulah “Ludiro Seto” atau Raja dengan Darah Putih.

Di dalam kisah Ramayana, manusia berdarah putih adalah seorang pendeta dari Goa Kiskendo. Dia adalah “Resi Subali”. Resi Subali adalah simbol kesucian. Beliau punya adik laki-laki bernama Sugriwo, mereka berdua adalah putra dari Resi Gautama. Ibu mereka bernama Dewi Regu, dari pertapaan Pancuran Manik.

Sewaktu kecil, mereka bernama Guarso dan Guarsi. Sebagai laki laki bersaudara, dari kecil hidup bersama dengan rukun, damai, dan tenteram. Timbul permusuhan adalah karena sesuatu, peristiwa yang tidak terduga. Ada pemberontakan di kahyangan, yakni tempat tinggal para dewa, yakni kahyangan Suralaya. Para dewa kalah dalam berperang, kemudian meminta bantuan manusia pinilih—pemberontak bernama Maheso Suro, manusia berkepala kerbau, dan Lembu Suro, manusia berkepala sapi.

Yang berhasil meredam pemberontakan adalah Resi Subali, dengan mengalahkan dan membunuh Maheso Suro dan Lembu Suro. Para Dewa memberi hadiah Resi Subali seorang bidadari cantik bernama Dewi Tara sebagai istri. Sugriwo merasa cemburu dan dendam atas hadiah para dewa yang diberikan kepada kakaknya. Sejak saat itu, Sugriwo berusaha membunuh kakaknya sendiri, dan ingin merebut istrinya, Dewi Tara, untuk dijadikan istri.

Sebenarnya, Resi Subali ingin memenuhi tuntutan Sugriwo dengan memberikan Dewi Tara ke tangannya. Namun Dewi Tara tidak mau, karena telah mengandung bayi dari Resi Subali. Sejak saat itu, berulang kali, Sugriwo ingin membunuh Resi Subali. Namun demikian, bila bertempur dan tarung, Sugriwo selalu kalah. Karena Resi Subali sangat sakti dan punya Ajian “Panca Sonya”, yakni ajian tidak bisa mati, sebelum diri sendiri ikhlas atas kematiannya.

Pada saat yang sama, waktu itu, bersamaan dengan peristiwa Raja Alengka, Rahwana Ya Dasamuka, ingin menculik Dewi Shinta dari suaminya, Raja Rama Wijaya. Segera Rahwana menyulap, yakni mengubah raksasa Kala Marico menjadi Kijang Kencana, untuk menggoda Shinta, yang kebetulan berada di hutan bersama Rama Wijaya dan adiknya, Lesmana Widagdo. Begitu Shinta melihat Kijang Kencana, segera meminta kepada suaminya Rama Wijaya untuk menangkapnya.

Sempurnalah skenario Rahwana. Ketika Rama sedang mengejar Kijang Kencana ke hutan, berhasillah Rahwana menculik Shinta, setelah lepas dan bisa mengelabui perlindungan Lesmana Widagdo. Nah, di sinilah letak bahwa Rahwana sebagai simbol dari Angkara Murka. Para Dewa di kahyangan pun rapat darurat, dipimpin langsung Raja Dewa Sang Hyang Pramesti Batara Guru, dengan Sang Maha Patih Sang Hyang Batara Narada. Juga Hadir Sang Hyang Brama, Sang Hyang Penyarikan, Sang Hyang Masno, Sang Hyang Yama Dipati, dan dewa-dewa yang lain.

Hasil Rapat Para Dewa: Sebentar lagi timbul perang besar Giyantoro, yakni untuk kembalinya Shinta dari Rahwana ke tangan suaminya, Rama Wijaya, harus melalui peperangan ini. Para Dewa pun sepakat untuk memberi kekuatan pasukan Rama Wijaya dengan menciptakan ribuan pasukan kera, yang tidak bisa mati karena mempunyai Pusaka Klepu Dewa Daru. Pasukan kera ini nantinya dipimpin oleh Sugriwo.

Para Dewa sepakat Resi Subali adalah Simbol Kesucian. Namun karena tugasnya di dunia telah selesai, maka Resi Subali harus mati dan kalah oleh adiknya, Sugriwo, di mana nanti Sugriwo dibantu oleh Rama Wijaya, yang sebagai titisan “Dewa Wisnu” untuk bisa menyempurnakan Resi Subali sebagai Utusan Adil. Dan apa kata dewa pun terjadi. Sugriwo dengan bantuan Rama Wijaya bisa membunuh Resi Subali dengan senjata Rama Wijaya bernama panah Gowa Wijaya, ya panah Gowa Bumi. Dengan imbalan, Sugriwo dan ribuan pasukan kera mengabdi dan setia sebagai prajurit Rama Wijaya sampai bisa memenangkan perang besar Giyantoro ini, dan Shinta bisa direbut lagi dari penculikan, yang telah dilakukan oleh Rahwana

Filosofi yang dapat diambil dari uraian di atas: Tuhan Maha Esa, Tuhan Berkehendak, Tuhan Punya Rencana. Bisa diambil contoh, sejak tahun 1948, negara Palestina dijajah, diduduki, dan digusur dari tanah sendiri. Pendek kata, dizalimi Israel sampai dengan saat ini … Percayalah, dengan doa-doa orang orang suci, Masjid Al-Aqsa, masjid tersuci ketiga umat muslimin, setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi … yakinlah, kalau Tuhan berkehendak, akan kembali ke tangan Palestina. Palestina merdeka dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Insya Allah terjadi. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Amin.

Wija Sasmaya
Author: Wija Sasmaya

Penulis dan penyair.

By Wija Sasmaya

Penulis dan penyair.

3 thoughts on “<span style='color:#ff0000;font-size:16px;'>Cerita Wayang</span> <h/1> <span style='font-size:14px;'><h3>Hawa Nafsu dan Angkara Murka Menang atas Kesucian, Kenapa?</h3>”
  1. Saya baru sadar kalau cara bertutur mas Wija masih kental gaya penulisan laporan. Banyak kata yang berulang, itulah cirinya. Saya khawatir nantinya pun saya demikian…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *