Barodak adalah salah satu ritual atau tradisi perkawinan di Sumbawa. Inilah ritual yang masih terjaga dalam budaya Sumbawa sampai sekarang. Di dalamnya, ada rapancar, yang merupakan tradisi luluran mewarnai tangan.
Dalam pelaksanaan prosesi barodak, ada yang disebut Inak Odak. Dialah pemangku adat yang bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan dan persiapan semua alat dan bahan acara barodak, dari pembukaan sampai penutupan. Lalu, ada Baing Odak, yaitu ibu-ibu yang akan melakukan barodak atau meluluri kedua calon mempelai pengantin.
Nah, jumlah Baing Odak ini terdiri atas tujuh orang, bisa juga lebih. Tergantung dari kesepakatan dengan Inaq Odak.
Selanjutnya, prosesi barodak diiringi oleh musik gong genang.
Ritual barodak bagi masyarakat Sumbawa memiliki arti tersendiri. Misal penggunaan binang atau belimbing wuluh serta daun sirih dan beras yang sudah digiling halus, dicampur menjadi satu. Dalam falsafah masyarakat Sumbawa, hal tersebut berarti keihlasan hati dan kesatuan tekad.
Prosesi barodak terlebih dahulu diawali dengan Inaq Odak menyalakan lilin. Lalu, ada perintah Inaq OdakĀ agar calon mempelai wanita memasukan cicin.
Selanjutnya, Inaq Odak meluluri calon mempelai wanita mulai dari wajah sampai leher, dan seterusnya sampai giliran yang terakhir.
Selama acara berjalan, musik tradisional gong genang terus melantun mengiringi. Ritual ini diyakini dapat “memutihkan” kedua calon pengatin dari sifat iri dan dengki.
Sedangkan rapancar yang bisa disebutkan tiap pasangan pengatin hendaklah memiliki semangat berkorban dengan jiwa dan raganya.
Adapun ramuan tradisional yang dilulurkan kepada calon pengatin disebut odak. Odak terbuat dari ramuan kulit dan dedaunan beberapa jenis pohon serbaguna yang diproses khusus: Dikeringkan dan ditumbuk halus.
Sebelum ritual barodak dilaksanakan, calon pengantin harus melakukan mani’ pengatan (mandi pengatan) bersama sandro. Tujuannya, menyucikan diri dari segala macam dosa.
Masyarakat Sumbawa punya kepercayaan tertentu. Contohnya, setiap peralatan odak tidak boleh ada satu pun yang kurang. Jika ada yang kurang, dikhawatirkan salah satu dari pihak mempelai wanita atau laki-laki akan mengalami kesurupan atau peyakit rebuyak.
Kemudian, tangan calon pengantin laki-laki dan wanita diletakkan di atas daun pisang yang dilapisi bantal, selama berjalannya acara yang ditandai oleh bunyi serune dan alunan gong genang.
Odak tersebut akan di bersihkan setelah satu hari menjelang akad nikah, supaya calon pengantin “bercahaya”.
Budaya dan tradisi di Sumbawa harus kita jaga dan lestarikan bersama, agar generasi selanjutnya dapat mempelajari keberagaman nilai-nilai kehidupan. []