Tau loka atau orang tua pada zaman dulu tentu belum mengenal rokok pabrikan. Mereka hanya mengenal rokok jontal (lontar). Rokok jontal bisa dibilang merupakan rokok khas masyarakat Sumbawa.
Jadi, daun jontal dijemur di bawah sinar matahari selama satu atau dua hari, tergantung cuaca yang mendukung, sampai kering. Kemudian, daun lontar itu dikerok sampai halus agar bulu-bulunya hilang.
Daun jontal yang sudah kering dipotong sepanjang 10 sentimeter, tergantung kesukaan hati pembuatnya. Umumnya, satu lembar daun cukup dipotong seukuran tiga jari, menjadi dua potongan.
Setelah itu, daun lontar siap dilinting dengan ditambah gulungan tembakau. Lalu, bisa langsung dinikmati. Rasa rokok jontal lebih keras daripada rokok pabrikan. Aromanya sangat kuat, terasa asapnya sampai kelisang atau tenggorokan, he.
Masyarakat Sumbawa yang umumnya mengandalkan hasil dari ladang, ternak, dan menjadi nelayan cenderung memilih rokok jontal karena rasa yang kuat dan khas ini. Apalagi harganya juga lebih terjangkau.
Menurut cerita, pohon lontar atau nama Latinnya Borassus flabellifer dibawa ke Sumbawa dari Sulawesi pada tahun 1673 Masehi. Hal itu terjadi pada masa Raja Sumbawa dari dinasti Dewa Awan Kuning. []
Foto: Lukman Hakim