Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak 2020 semakin dekat. Tidak terkecuali di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Seluruh daerah yang mengikuti agenda kalender pilkada serentak sedang bersiap untuk menggelar pesta rakyat lima tahunan ini.
Pun penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum atau KPU, sedang gencar-gencarnya melakukan persiapan. Harapannya, partisipasi pemilu di daerah semakin baik sehingga tercipta demokrasi lokal yang sehat. Tentu sesuai dengan azas pemilu, bebas, jujur, dan adil.
Demikian juga dengan peserta Pilkada, mulai dari calon, pasangan calon, hingga partai politik tingkat daerah, tengah bersiap mengatur strategi, mengumpulkan koalisi demi meraup kemenangan.
Agitasi politik semakin “panas”, manuver-manuver semakin terasa dalam dinamika politik daerah. Apalagi masih ada calon petahana yang akan mempertahankan kursi panas bupati dan wakil bupati.
Merebut kursi nomor wahid di daerah tidaklah mudah, terutama bila calon petahana ikut kembali dalam kontestasi. Calon petahana lebih diidentikkan dengan pemegang kekuasaan saat itu.
“Jualan” petahana biasanya tidak akan jauh dari visi dan program lima tahun lalu, yaitu “melanjutkan“ pembangunan. Hal inilah yang memudahkan petahana mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat.
Bukan hal baru dalam setiap kontestasi pemilu, petahana selalu lebih diunggulkan karena sudah punya modal politik dan sosial selama memegang kendali pemerintahan. Nyaris tidak akan mendapat masalah dalam hal elektabilitas.
Bukan sesuatu yang haram juga apabila petahana memanfaatkan hal tersebut, jika selama lima tahun lalu semua program kesejahteraan dapat ditunaikan dengan baik.
Tantangan bagi Penantang
Meski bukan hal mudah, penantang akan lebih diuntungkan dalam Pilkada apabila dapat mengelaborasikan visi dan program dengan baik untuk mendapatkan kepercayaan publik. Penantang sangat mengkin mengambil bagian isu yang belum diakomodasi oleh petahana. Misalnya tentang belum meratanya kesejahteraan, minimnya lapangan kerja, melambatnya pertumbuhan ekonomi, serta isu pembangunan berkelanjutan.
Hal ini akan memungkinkan penantang mendapat respons positif dari masyarakat yang memang masih belum maksimal merasakan program kesejahteraan. Selain itu, penantang dapat mencanangkan program yang lebih rasional di tengah masyarakat berkaitan dengan program kesejahteraan serta lebih mengakomodasi semua kalangan.
Dengan demikian, gelaran pemilihan umum kepala daerah dapat lebih diarahkan pada kemampuan masyarakat untuk memilih karena visi dan program kontestan yang lebih rasional, tidak bertele-tele, dan tepat sasaran dengan tidak melupakan rekam jejak pasangan calon.
Tentu hal ini memungkinkan untuk dilakukan dengan beberapa syarat: pertama, setiap kontestan pilkada (partai politik dan pasangan calon) harus siap berkompetisi sesuai dengan peraturan yang berlaku; kedua, setiap kontestan harus mengedepankan pembangunan daerah alih-alih merebut kekuasaan belaka. Ya, tidak jarang kontestan bermunculan karena hasrat mempertahankan “klan” atau dominasi politik semata.
Dua syarat di atas sebenarnya cukup mewakili apabila semua pihak dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Penyelenggara pemilu dapat menjadi “wasit” yang baik, aparat kepolisian dapat meyakinkan masyarakat tentang rasa aman dalam melaksakan hak dan kewajibannya, serta yang tidak kalah penting adalah partisipasi masyarakat.
KSB termasuk daerah baru dalam pelaksanaan pilkada. Terhitung baru empat kali akan melakukan transisi pemerintahan. Sebelumnya dijabat dua periode dan sekarang masuk ke pilkada keempat, di mana petahana ikut kembali menjadi kontestan.
Karena itu, patut dinanti lahirnya kontestasi politik lokal yang dinamis, sorak sorai ide dan gagasan, serta rasa kebersamaan untuk mewujudkan Kabupaten Sumbawa Barat Unggul.[]