Sebelumnya, tidak pernah terbayang saya akan menjadi pasien Covid-19. Tetapi takdir sudah ditetapkan. Rasanya, penting untuk berbagi informasi tentang Covid-19; apa dan bagaimana bisa sampai ke tubuh manusia. Pengalaman adalah guru yang terbaik, maka tidak salah pada kesempatan ini saya bertutur awal mula atau tanda-tanda Covid-19 hingga saya dikatakan positif berdasarkan hasil pemeriksaan swab.

Walaupun demikian, dalam hati saya berontak ingin membantah hasil swab tersebut karena begitu sederhananya proses pemeriksaan yang dilakukan—hanya mengambil sampel melalui hidung dan tenggorokan dengan menggunakan benda mirip cotton buds itu. Tak cuma itu, saya malah berseloroh dengan istri saya yang juga ikut tersandera gara-gara mengantar saya untuk memeriksakan kondisi kesehatan di rumah sakit.

Apa seloroh saya? Ooo, ini yang dikatakan swab, maaf “mengambil tai ngenge atau upil”, sehingga saya menjadi pasien positif Covid-19. Padahal, upil pun saya tidak ada. Tidak pernah flu, batuk, atau pilek, hanya merasa panas dan pusing dan pernah merasakan napas agak berat menjelang subuh. Namun semua itu saya jalani di rumah.

Saya berpikir antara percaya dan tidak, ternyata untuk mengenal tanda-tanda Covid-19 masuk ke tubuh adalah seperti yang saya ceritakan di atas (walaupun masih ragu).

Seminggu beristirahat di rumah karena sakit tersebut, tiga kali cek laboratorium dengan hasil baik: gula darah baik, asam urat baik, trombosit juga baik. Akan tetapi istri belum puas dengan hasil laboratorium tersebut, bagaimanapun kita harus pergi melakukan pemeriksaan ke rumah sakit. Biar jelas.

Singkat cerita, saya melakukan cek rontgen dengan hasil bagus, karena belum terlihat pada paru-paru apakah ada plek atau tidak. Namun rupanya prosesnya tidak sampai di situ, karena hasil rontgen belum juga terbaca. Maka, saya diperintahkan untuk melakukan CT-scan dengan hasil mengarah suspect Covid 19 dan harus diisolasi.

Mendengar informasi tersebut, sepertinya jiwa ini terguncang bergejolak dan imun sudah tidak ada lagi. Belum lagi, istri saya disarankan untuk tidak ikut proses lebih lanjut karena saya sudah suspect Covid-19. Lalu, petugas mengatakan, “Kalau ibu mau ikut bapak, perlakuannya sama dengan bapak yang sudah suspect Covid-19, dan harus di-rontgen, kemudian menjalankan Isolasi.” Dengan tegar istri saya mengatakan siap ikut menemani suami, walaupun perlakuannya sama seperti pasien Covid-19.

Lalu pada hari kedua dan ketiga di ruang isolasi dilakukan tes swab, hasilnya positif Covid-19. Termasuk istri saya yang hanya mengantarkan, padahal dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.

Seperti itulah rentetan cerita dan pengalaman saya sebagai pasien Covid-19. Setiap hari, perawat yang tampak seperti astronot itu menanyakan kepada saya, “Apa ada keluhan, Pak?”

Saya selalu menjawab, “Alhamdulillah, selama diisolasi saya tidak ada keluhan.”

Cukup panjang untuk dituturkan namun seperti itulah kenyataannya. Dapat dibayangkan selama kurun waktu hampir satu tahun ini Covid-19 melanda seluruh bumi, termasuk Indonesia. Mengapa?

Sebagai pasien Covid-19 seperti yang dituturkan di atas, saya sangat merasakan bahwa informasi yang beredar di tengah masyarakat melalui media sosial sangat meresahkan. Membuat kepanikan dan ketakutan.

Namun sesungguhnya, yang terpenting adalah tetap disiplin menjalankan Protokol Kesehatan Covid-19. Pengalaman selama 19 hari di ruang isolasi cukup menjadi guru terbaik dan cerita untuk menguatkan saya, dan juga semoga kita semua, untuk patuh dan disiplin menjalankan Protokol Kesehatan Covid-19.

Saat ini, sudah tujuh hari saya berada di rumah setelah pulang dari ruang isolasi. Keadaan saya alhamdulillah sehat dan baik-baik. Alhamdulillah.

🙏 🙏 🌹 🌹

Semoga bermanfaat salam sehat dan selalu bahagia. [19 Juli 2020]

Abdul Manan, S.Sos.,MH
Author: Abdul Manan, S.Sos.,MH

Widyaiswara di BPSDMD Provinsi Nusa Tenggara Barat.

By Abdul Manan, S.Sos.,MH

Widyaiswara di BPSDMD Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *