Mengenal kata Samawa sebenarnya tidak hanya melekat pada sebuah suku yang ada di sebuah Pulau di Nusa Tenggara Barat, yaitu Pulau Sumbawa, tetapi kata Samawa sering pula kita dengar pada lafaz-lafaz doa setiap hajatan perkawinan, yaitu Samawa (Sakinah, Mawaddah, Warahmah). Kata Samawa hampir sama dengan kata Samawi, yaitu agama Abrahamik yang melingkupi tiga agama besar, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Samawi menjadi poros penghambaan secara vertikal oleh makhluk kepada sang penguasa yang menguasai langit dan bumi. Dalam petikan ulasan Saudara Poetra Adi Soerjo dengan menggunakan pendekatan semiologi (ilmu tentang falsafah bahasa) dan terminologi etimologis Arab, menjelaskan bahwa kata Samawa adalah bentuk mufrod (kata tunggal) dari kata As-samaa’ yang berarti langit. Apabila diubah ke dalam format jama’, maka kata As-samaa’ akan menjadi Samaawat yang bermakna lapisan langit atau tujuh lapis langit. Kata Samawat menjadi muasal dari lahirnya kata Samawa.

Aries Zulkarnaen moncoba memberikan telahaan yang berbeda tetapi dengan pendekatan yang sama yaitu semiologi yang didukung oleh bukti arkeologis. Dalam pemaparan beliau menerangkan bahwa kata Samawa mengacu pada salah satu nama sikap semedi Budha Sidharta Gautama, Samava (Yoga, Meditasi Budha, Mendut, 1982), yang berarti menunjuk ke selatan. Hal tersebut menurut Aries Zulkarnain diperkuat dengan bukti arkeologis, yaitu penemuan Batu-Budha di antara Senawang dan Batu Rotok. Kata Samawa yang berasal dari kata sammava ( bahasa sanksekerta ) artinya dari berbagai penjuru, itu berarti samawa merupakan poros pertemuan. Poros pertemuan ide, gagasan, dan menjadi tempat sumber kehidupan.

Samawa sebagai sebuah suku yang pada abad ke-17 telah mendeklarasikan dirinya sebagai sebuah imperium Islam, membangun peradaban berlandaskan kitabullah. Konsep Islam terbangun dengan sendirinya atas landasan yang telah dibangun para pendahulu, para Mubhallig yang datang dari seluruh penjuru mensyiarkan Islam ke tanah Sumbawa. Demikian hingga hari ini pondasi Islam telah tertancap kuat di dalam relung masyarakat suku Samawa.

Dari keseluruhan makna kata Samawa di atas baik secara etimologi maupun histori menunjukkan bahwa kata Samawa lahir dari qalam-qalam suci dan selanjutnya disepakati menjadi symbol dalam bentuk kata dan berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat. Kata samawa menjadi harapan, angan, dan cita-cita yang diikrarkan, disimpan dalam hati dan menjadi motivasi dalam gerak langkah menuju perubahan. Akan semakin lengkap jika mengacu kepada proses kelahiran kata Samawa yang memiliki makna religiositas yang tinggi, dapat menjadi roh dalam setiap perbuatan dan tindakan yang memiliki tujuan lillahitaalah.

Menjadi suatu keniscayaan ketika kata Samawa lahir sebagai berkah sekaligus ujian bagi masyarakat suku Samawa. Kini, terminologi kata Samawa akan teruji dalam lingkup kehidupan tau Samawa. Teruji sampai sejauh mana kita dapat membangun akselerasi, menyatukan semangat dan keteguhan hati kita untuk menyerahkan diri menengadahkan tangan kita ke langit untuk berserah diri atas musibah yang kita hadapi saat ini. Setelah ditetapkannya ada pasien positif corona di Pulau Sumbawa, dan beberapa orang dalam status ODP dan PDP, kita berada pada posisi menyiagakan diri kita dan keluarga. Sebelumnya memang hal-hal yang berkaitan dengan protokoler pengamanan diri masih bisa kita abaikan. Kita tentu tidak mau kecolongan, dan menganggap remeh angka satu. Masih ada diantara masyarakat kita menyepelekan hal-hal yang remeh tetapi sangat memungkinkan terjadinya penularan. Satu wabah bisa mendatangkan musibah bagi banyak orang.

Musibah dalam terminologi kehidupan manusia terdapat beberapa pesan yang pada akhirnya mengerucut kepada satu kata yaitu Al-Hikmah. Kita harus bijak dalam pikiran dan sikap, karena Allah maha tahu akan segala kejadian dimuka bumi. Musibah boleh jadi merupakan hukuman Allah atas pembangkangan yang dilakukan manusia yaitu sebagai peringatan bagi yang bersangkutan agar segera bertobat. Musibah merupakan “pencucian dosa” atas kesalahan yang dahulu pernah dilakukan. Musibah juga sebagai ujian kenaikan peringkat di sisi Allah.

Firman Allah SWT dalam Al-Anfal (8): 51:

“Demikian itu disebabkan karena perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hambaNya.”

Wabah ini tidak mengenal suku, ras, agama dan golongan. Semuanya terkena dampak. Pada saatnya kita menjadi sadar bahwa, hidup tentram menjadi sesuatu yang harus selalu kita syukuri, membangun harapan-harapan untuk masa depan yang lebih baik, serta cinta kasih antar sesama menjadi sebuah kebutuhan dalam kehidupan bermasyarakat. Samawa sebagai sebuah akronim yakni “sakiinah” yang berarti tenang, tentram; “mawaddah” berarti cinta dan harapan, dan  “warahmah” yang berarti kasih sayang. Nama Samawa tentunya akan menjadi motivasi hidup bagi masyarakat yang menjadikan nama Samawa tersebut melekat sebagai identitas kebanggaan. Selain sebagai kebanggaan tentu juga sebagai motivasi untuk berjuang terus dalam menaklukkan berbagai tantangan hidup. Didalamnya melekat tanggungjawab yang besar, mewujudkan realitas suku Samawa seperti apa makna yang terkandung dalamnya.

Mari terus secara bersama keluar dari wabah dam musibah ini. Karena Samawa (Sumbawa dan Sumbawa Barat) sebuah negeri yang harus segera bangkit dari segala ketertinggalan, melaju cepat dengan segala daya upaya yang ada. Samawa sebagai sebuah symbol penyerahan diri umat manusia, dengan ikhtiar dan tawakal dan dengan keyakinan yang teguh bahwa musibah ini segera akan terlewati. []

Roy Marhandra
Author: Roy Marhandra

Alumnus Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam dan pemerhati pendidikan.

By Roy Marhandra

Alumnus Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam dan pemerhati pendidikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *