Indonesia merupakan negara yang diberikan anugerah keragaman yang luar biasa sejak lama. Berbagai anugerah yang sifatnya ilmu pengetahuan itu sekian lama menjadi cara pandang dunia (world view) yang mengekstraksi menjadi nilai-nilai tradisi yang turun dari generasi ke generasi.

Warisan-warisan itu ada yang berupa tradisi seni ukir/pahat, tulisan, dan tradisi lisan seperti yang sampai saat ini. Dalam tradisi tersebut universalitas nilainya masih bisa ditimba sebagai kekayaan ilmu yang luar biasa dan tetap memberikan manfaat.

Salah satunya adalah Lawas Pamuji, yang menjadi lokus penelitian dalam buku yang disusun Saudara Roy Marhandra. Lawas Pamuji adalah khazanah ilmu pengetahuan lokal yang di dalamnya mengandung berbagai pustaka kebaikan dan kebajikan yang tetap aktual sampai sekarang.

Saudara Roy Marhandra telah menjadikan Lawas Pamuji sebagai lokus risetnya. Dengan pendekatan komunikasi, peneliti cukup berhasil membawa Lawas Pamuji menjadi sebuah dokumen berharga yang tadinya diproduksi di masa lalu menjadi kekinian. Keberhasilan ini tidak lain karena peneliti menggunakan ilmu yang juga saat ini sedang tren: komunikasi.

Baca juga: Tradisi Lisan Sumbawa: Sebuah Cermin dan buku “Tradisi Lisan Sumbawa“.

Secara spesifik, riset Saudara Roy ini sendiri dimaksudkan untuk mengetahui unsur dakwah yang terdapat dalam Lawas Pamuji; unsur komunikasi yang terdapat dalam Lawas Pamuji; bentuk penyajian Lawas Pamuji sebagai media dakwah yang dapat dipertahankan hingga sekarang; dan mengetahui pola pewarisan Lawas Pamuji, sehingga keberadaannya masih tetap berlaku di dalam masyarakat suku Sumbawa.

Tentu saja pemilihan terma dakwah dalam penelitian bukan hanya tempelan. Sebab dakwah hari ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari ilmu komunikasi, maka ketika dakwah ini dijadikan sebagai tools juga, kajian atas Lawas Pamuji menjadi semakin menarik dan berbobot.

Dipilihnya Kabupaten Sumbawa sebagai arena pun cukup beralasan dalam konteks akademik. Alasannya lokasi Kabupaten Sumbawa merupakan asal muasal munculnya Lawas Pamuji. Bukti bahwa Kabupaten Sumbawa sebagai asal muasal ini terbukti dengan dukungan data-data lapangan yang berada di Kabupaten Sumbawa Barat.

Merujuk kepada penjelasan peneliti, studi mengenai Lawas Pamuji ini menggunakan metode etnografi dengan disangga oleh teori komunikasi khususnya Model Harold Lasswell yang juga didukung oleh teori lain seperti: tradisi lisan, teori dakwah, teori media dakwah, dan sebagainya.

Buku Lawas Pamuji dapat dibaca di Google Play Books. Klik: s.id/pamuji.
Sedangkan untuk pemesanan versi cetak, klik: s.id/rehal.

Dengan beragam peralatan ilmu pengetahuan yang sudah mapan tersebut, maka Lawas Pamuji tidak lagi berupa onggokan budaya. Dokumen dan tradisi ini telah mengalami reborn atau seperti dilahirkan kembali. Interpretasi yang dilakukan peneliti telah menyuguhkan kepada kita bahwa: Lawas Pamuji merupakan tradisi lisan suku Sumbawa yang sudah lama hadir dalam kehidupan masyarakat dalam bentuk teks-teks yang berisikan pesan religious; melalui Lawas Pamuji ini masyarakat Suku Sumbawa menjadikannya sebagai media dakwah.

Media dakwah ini hadir dalam berbagai ekspresi seni tradisi dan kearifan lokal lainnya; kemudian, dampak eksistensialitas dari Lawas Pamuji terhadap masyarakat suku Sumbawa pun cukup signifikan, antara lain menghasilkan perubahan sikap dan bertambahnya ilmu pengetahuan; dan walaupun penggunaan Lawas Pamuji sudah jarang di masyarakat, tapi pola pewarisannya masih berlangsung sampai sekarang.

Merujuk kepada berbagai temuan ini, maka kita bisa membangun optimisme bahwa tradisi-tradisi lama itu sejatinya tidak akan punah. Meski ada kejarangan hadir dan pemanfaatan, tetapi adanya studi-studi seperti yang dilakukan oleh Saudara Roy akan menjadikan tradisi seperti Lawas Pamuji ini tetap dikenal, dipelajari, dan dirawat sampai kapanpun kita mengada di muka bumi.

Bukankah ada sebuah definisi terkenal yang sering disinggung jika di atas mimbar: “Al Muhafadotu a’la qodimis sholih wal akhdu bil jadiidil aslah. Artinya, “Menjaga masa lalu yang bagus serta mengambil yang baru yang lebih baik.”[]

Dr Tantan Hermansah
Author: Dr Tantan Hermansah

Ketua Program Studi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

By Dr Tantan Hermansah

Ketua Program Studi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *