Setiap manusia adalah pembelajar. Setiap orang hebat dan unik. Setiap orang punya timeline dan deadline masing-masing, karena tentu saja asa yang dirajut pun berbeda. Ini menjadi hal yang terus saya pegang sejak dulu, sehingga tak bosan untuk terus belajar, menyemplungkan diri dalam rasa ingin tahu yang luar biasa, menjadikan kesuksesan orang lain sebagai motivasi dan praktikbaik, sedangkan kegagalan diri sendiri sebagai pengingat untuk tidak mengulangi lagi. Kenapa bisa begini? Kenapa bisa begitu? Setelah itu lalu bagaimana? Kalau bahasa anak sekarang, rasa ingin tahu itu ya kepo. Rasa ingin tahu nya untuk hal yang baik tentunya, bukan untuk kepoin urusan personal orang.

Mengapa kita harus terus belajar? Karena setiap waktu, permasalahan yang dihadapi pun berbeda. Perkembangan untuk semua bidang pun sangat pesat. Jika kita tidak belajar dan berubah, maka kita akan tertinggal. Albert Einstein pernah menulis bahwa “No problem can be solved from the same consciousness that created it; we must learn to see the world anew”. Masalah yang muncul di masa lalu, tentunya telah diselesaikan di masanya dengan caranya pula. Akan sedikit rumit jika kita menggunakan cara-cara lama dalam menyelesaikan problem masa kini.

Saat ini, era yang disebut-sebut sebagai disrupsi teknologi, industri 4.0 menuju 5.0, dan dilengkapi dengan adanya pandemi Covid-19, memberikan banyak pelajaran. Bagi saya, 2020 ini memang beda dan istimewa. Bukan saja karena banyak masalah global dan pandemi yang mengajarkan banyak hal, tapi juga membawa hikmah. Tahun ini menjadi masa-masa yang produktif baik dari pemikiran, produk dan karya, serta gagasan yang tergali dari kesulitan. Kalau saya menyebutnya sebagai tahun pembelajaran. Apabila di tahun sebelumnya, penuh dengan rutinitas mengajar sebagai tanggung jawab atas profesi, maka tahun ini adalah momen untuk mengisi amunisi profesi, agar tak tumpul dalam berpikir.                                                                                                          

Setiap langkah dalam kehidupan ini merupakan tahapan pembelajaran yang harus dinikmati. Belajar dari alam, dari manusia, dari setiap kejadian. Pun begitu dengan belajar dalam keberagaman dan perbedaan itu sungguh menarik. Konon katanya harmoni itu tercipta dari bermacam aspek perbedaan. Saya bersyukur bisa berkumpul dan belajar bersama orang-orang yang beragam, baik dari usia, pengetahuan, pengalaman, pandangan hidup, bacaan yang unik, hingga hobi-hobi luar biasa. Ini potensi besar, yang kalau dikelola dengan baik, akan terintegrasi dengan perkembangan organisasi yang hebat pula.

Salah satu unsur penting dalam suatu organisasi, sekecil dan sebesar apapun, pastilah tentang sumber daya manusia. Sebenarnya apa sih sumber daya manusia? Pendefinisian mengenai sumber daya manusia sangat beragam. Para ahli studi bisnis mengartikannya sebagai pengelolaan sumber daya manusia dalam upaya pemanfaatan semua SDM yang belum terolah di dalam suatu organisasi, baik itu potensi keahlian, pengetahuan, komitmen/loyalitas, atau kompetensi.

Namun, seperti apakah SDM yang beragam ini bekerja bersama dan mewujudkan organisasi yang hebat? Kali ini, saya ingin menguliknya dari tipe tiap generasi. Tak dapat dimungkiri, bahwa setiap zaman memiliki karakter masing-masing, termasuk dalam pembagian 5 generasi, yang meskipun tak dapat digeneralisir, tapi setidaknya memberi gambaran umum (Sumber https://www.liputan6.com/lifestyle/read/3677417/kenali-karakter-dan-pola-pikir-5-generasi-ini-agar-semakin-bijak)

Pertama, babyboomers (1946-1960). Generasi ini adalah generasi mandiri yang memegang teguh adat istiadat dan sering dianggap kolot, namun sangat matang dalam pengambilan keputusan karena pengalaman kehidupan yang pernah dilalui. Uang dan pengakuan dari lingkungan adalah keinginan mereka. Umumnya, gengsi menjadi urutan pertama dalam kehidupan sosial. Meskipun begitu mereka mencari uang untuk keluarga, yaitu bekerja keras untuk mensejahterahkan anak-anak.

Kedua, generasi X (1961-1980). Generasi X sangat terbuka dengan kritik dan saran demi terwujudnya efisiensi dalam bekerja. Kehidupan antara pekerjaan, pribadi dan keluarga cenderung seimbang karena pemikiran bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja.

Ketiga, Generasi Y-Milenial (1981-1994). Generasi milenial lahir di saat teknologi sedang berkembang pesat. Kehadiran komputer, video games, gadget, dan smartphone yang tersambung dengan kecanggihan internet membuat generasi ini mudah mendapatkan informasi secara cepat dan sebagainya. Dengan pendidikan yang lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya, generasi ini bisa dikatakan penuh ide-ide visioner, inovatif untuk melahirkan pengetahuan, dan penguasaan IPTEK.

Keempat, Generasi Z (1995-2010), generasi yang sudah sangat mengenal teknologi. Sejak kecil, mereka lebih gemar bermain gadget dibandingkan permainan tradisional anak di era sebelumnya. Jadi, jangan heran kalau generasi Z cenderung menyukai sesuatu serba yang instan. Begitu akrabnya dengan internet, generasi Z suka mencari popularitas dengan aktif di berbagai sosial media dengan style masing-masing.

Kelima, Generasi Alpha (2011-sekarang). Generasi ini terlahir dengan teknologi yang semakin berkembang pesat. Di usia mereka yang sangat dini, mereka sudah mengenal dan menggunakan gadget, smartphone, dan kecanggihan teknologi yang ada.

Mengapa kita harus mengenal karakter tersebut? Sebagai widyaiswara misalnya, pemahaman akan karakter 5 generasi ini menjadi penting ketika menjalankan tugas Dikjartih. Ada seorang widyaiswara yang mengatakan bahwa berpikir dan kembangkanlah diri satu tingkat dari generasi yang menjadi peserta pelatihan. Misalkan kita akan mengajarkan generasi Y dan Z, maka tentu kita harus menyampaikan materi dengan pola yang sesuai atau bahkan lebih “canggih” diatas para peserta.

Akan hal ini, agaknya pandangan Jack Ma, pebisnis tersohor dari Tiongkok, yang mengatakan bahwa “In the future is not about the competition of knowledge, it’s a competition of creativity, competition of imagination, competition of learning, competition of independent thinking”, itu benar adanya. Bahwa kreativitas, imajinasi, pembelajaran, dan kemerdekaan berpikir merupakan poin penting yang harus dimiliki, termasuk oleh ASN, agar bisa mewujudkan ASN Corpu dan World Class Bureacracy .

Setiap orang, dari generasi manapun hendaknya memahami dua hal yang terjadi pada Industri 4.0. Pertama, bahwa di era ini, karakter industri yang terjadi adalah digitalisasi. Di era digitalisasi pengetahuan yang berkembang pesat, sumber informasi, pengetahuan, ide dan imajinasi bisa datang dari delapan arah mata angin. Hal ini hendaknya bisa dimanfaatkan sebagai sumber belajar dan pembelajaran. Kedua, karakter pembelajaran yang mungkin adalah kolaborasi. Dengan mengenal dan memahami tipe tiap generasi, kolaborasi , sebagai proses pembelajaran diri dan organisasi, menuju Learning Organization akan terwujud. Dengan adanya “keharusan” untuk kolaborasi, sinergi, komitmen bekerja sama, maka mau tak mau kita membutuhkan satu prasyarat yang sangat penting, yaitu sukarela, bukan sukar-rela. Akhirnya, selamat datang Era Kenormalan Baru yang penuh dengan tantangan. Mari terus giatkan learn, unlearn, relearn sebagai ikhtiar kita menghadapi era VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, Ambiguous). []

Nurhikmah
Author: Nurhikmah

Widyaiswara Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi NTB.

By Nurhikmah

Widyaiswara Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi NTB.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *