Kali ini, saya ingin membahas salah satu film yang sebenarnya sudah lama saya tonton tapi masih meninggalkan kesan mendalam: Cek Toko Sebelah. Film yang dirilis pada akhir 2016 ini, menurut saya, tergolong bagus.

Saya suka cara film ini mengangkat tema drama keluarga dengan dibalut komedi. Cerita yang diangkat Cek Toko Sebelah juga terbilang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Kan, tak sedikit orang tua yang berharap anaknya dapat meneruskan jejak langkahnya.

Sementara itu, banyak anak yang ingin melakukan hal berbeda dengan yang sudah dicapai orang tua. Kemudian, giliran ada anak yang ingin meneruskan usaha keluarga, malah orang tuanya yang tidak percaya. Apalagi jika si anak punya rekam jejak “bandel”.

Yup, demikianlah kurang-lebih jalinan cerita yang berkembang antara Koh Afuk dan dua anaknya, Yohan dan Erwin (kakak beradik), dalam Cek Toko Sebelah. Koh Afuk ingin mewariskan usaha toko kelontong miliknya pada Erwin, tapi Erwin ingin mengembangkan karier sendiri.

Sedangkan Yohan, yang sudah menyatakan siap mewarisi usaha keluarga, justru tak mendapat kepercayaan Koh Afuk. Ia dianggap sebagai anak yang belum berhasil mengurus hidupnya sendiri—banyak bikin masalah sejak ibunya meninggal.

“Bagaimana kamu mau mengurus orang lain? Di sini, kan, ada banyak karyawan?” begitu kurang-lebih kata Koh Afuk pada Yohan.

Rumit bukan? Ya, rasanya memang hubungan orang tua dan anak bisa sedemikian rumit—jauh lebih rumit dari kisah Dilan dan Milea.

Trailer Cek Toko Sebelah.

Apalagi, seiring waktu, si anak tumbuh dewasa dan pasti akan memiliki pemikiran sendiri yang bukan hanya dipengaruhi oleh ajaran orang tua, melainkan juga pendidikan, lingkungan, pekerjaan, dan pertemanan.

Pada satu titik, sangat mungkin si anak dan orang tua berbeda pendapat. Dan, saat itu terjadi, belum tentu ada yang mau langsung mengalah—meski si anak pada akhirnya wajib untuk selalu meminta maaf.

Yang Imortal antara Orang Tua dan Anak

Bagaimanapun, karena perbedaan pengalaman dan zaman, relasi orang tua dan anak bisa begitu berjarak meski sebenarnya tetap memiliki ikatan yang sangat kuat. Nah, Cek Toko Sebelah seolah menekankan untuk selalu mengingat ikatan orang tua dan anak itu, apa pun kondisi dan masalahnya.

Ya, sampai kapan pun, Yohan dan Erwin tetap berstatus anak, dan Koh Afuk adalah ayah (orang tua) mereka. Ikatan ini tak bisa diputus bahkan oleh maut.

Simak saja kalimat Yohan pada Erwin:  “Kenapa gue pingin banget ngurusin toko? … (Itu) bukan karena sirik sama lo, tapi karena itu kenangan terakhir hidup mama yang masih bisa gue pegang.”

Ikatan orang tua dan anak itu imortal.

Pada akhir cerita, semua sama-sama pilih mengalah. Yohan ikhlas bila usaha keluarga diwariskan pada Erwin, dan adiknya itu pun tampak sudah siap melepaskan karier demi melanjutkan usaha keluarga.

Dan, eh, kemudian Koh Afuk juga ikut mengalah. Setelah tak sengaja mendengar ucapan Erwin di atas, dia tergerak untuk mempercayai si anak sulung buat mengelola toko.

Hmh, memang seperti itu, kan, yang namanya keluarga? Walau awalnya berbeda pendapat, lalu bertengkar dan saling marah, pada akhirnya semua sama-sama mengalah karena ikut merasakan luka saat yang lain terluka.

Doa saya: semoga ikatan semacam itu bisa pula tumbuh di antara kita sebagai sesama manusia. []

Nurhikmah
Author: Nurhikmah

Widyaiswara Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi NTB.

By Nurhikmah

Widyaiswara Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi NTB.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *