Pepaosan adalah budaya pembacaan naskah lontar oleh masyarakat Lombok atau suku Sasak. Pepaosan berasal dari kata maos, yang berarti baca. Bahan yang dibaca merupakan tulisan naskah-naskah kuno yang terdapat atau tertulis di atas lontar.
Naskah-naskah kuno yang tertulis di atas lontar ini lazimnya berisi cerita pewayangan, sejarah lokal, ajaran-ajaran agama, aturan-aturan dalam kehidupan, atau nasehat-nasehat. Pembacaan naskah lontar ini menggunakan tembang atau irama tertentu.
Ekspresi yang digunakan dalam pembacaan naskah ini menyalurkan keindahan kata-kata yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk sebuah bait. Adapun penulisan bait-bait dalam lontar memiliki serangkaian aturan, seperti jumlah baris, jumlah suku kata pada tiap baris, dan akhiran pada akhir barisnya. Hal tersebut tergantung pada tembang yang digunakan dalam membacanya.
Beberapa jenis tembang yg banyak digunakan di Lombok, atau sering disebut tembang pesasakan, adalah sinom, kumambang, asmarandane, sang sang, durme ,dan pangkur.
Jenis tembang yang digunakan juga tergantung pada kisah yang sedang diceritakan naskah tersebut.
Perjalanan Kehidupan
Dalam pelaksanaan pepaosan, jenis naskah yang di-paos atau dibaca berkaitan dengan peristiwa perjalanan kehidupan atau peristiwa yang sedang terjadi. Selain itu, juga terkait dengan hubungan manusia dan alam. Sebagai contoh, pada saat musim tanam padi, naskah yang dibaca adalah puspe karme.
Pada umumnya, pepaosan dilaksanakan sesuai dengan hajat atau keinginan masyarakat yang memiliki hajat.
Dalam hal ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lombok Barat ikut berupaya melestarikan budaya dengan mengadakan program sosialisasi pepaosan di beberapa tempat, seperti Taman Narmada, Taman Kota Gerung, dan Pasar Seni Senggigi.
Tak lupa Dinas Pendidikan bekerja sama dengan kelompok-kelompok pelestari budaya, seperti Pelestari Budaya Sasak Lembayung Gite yang ada di Dusun Pelabu, Kuripan Selatan, Kecamatan Kuripan, Lombok Barat. []