Sehari sebelum pelantikan, pada momen pengenalan menteri Kabinet Indonesia Maju, Presiden Jokowi berpesan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, “Kita akan membuat terobosan-terobosan yang signifikan dalam pengembangan SDM yang siap kerja, siap berusaha, dan link and match antara pendidikan dan industri.” Kata kuncinya adalah link and match.

Lalu, setelah pelantikan di kompleks Istana Kepresidenan, Nadiem melanjutkan apa yang menjadi pesan presiden tersebut kepada media dengan menegaskan akan mengajak seluruh stakeholder pendidikan untuk mengerti apa yang akan terjadi di masa depan, bagaimana memenangkan kompetisi masa depan. Semangat tersebut disampaikan tentu karena ia selama ini telah bergelut dalam bisnis yang membidangi masa depan.

Apabila kita sambung apa yang menjadi pesan Presiden Jokowi kepada Nadiem Makariem akan muncul sebuah gagasan: “Mengembangkan SDM yang siap kerja, siap berusaha, link and match antara pendidikan dan industri, dan berorientasi masa depan”. Lalu, apakah sistem pendidikan sebelumnya tidak link and match dengan dunia industri, serta tidak berorientasi pada kompetisi masa depan?

Tentu siapa pun presidennya pasti akan memikirkan hal tersebut. Tetapi yang terpenting, ketika beliau menegaskan hal tersebut kepada Mendikbud terpilih, berarti simpul antara pendidikan dan industri harus lebih disempurnakan lagi. Jadi, output yang dihasilkan dunia pendidikan harus siap bergelut di dunia industri.

Bagaimana Kesiapan NTB?

Kita tentu tidak perlu terlalu tegang dalam menghadapi perubahan yang akan terjadi, karena para pelaku pendidikan ini sudah terbiasa menghadapi dinamika penggantian kurikulum setiap pergantian menteri. Kita juga tidak perlu terlalu risau dengan menteri dari kalangan milenial yang akan meramu strategi untuk memajukan pendidikan Indonesia agar setara dengan negara-negara maju lain.

Menteri dengan latar belakang pebisnis yang menggeluti perusahaan start up berbasis big data akan merancang pendidikan untuk kompetisi masa depan Indonesia. Teori kepemimpinan yang akan diterapkan Nadiem dalam memimpin organisasi tentu tidak jauh beda dengan menteri-menteri sebelumnya.

Mekanisme kerja birokrasi tetap akan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Tetapi yang jelas gaya kepemimpinan yang sebelumnya dipegang menteri-menteri bergelar profesor, doktor, dosen senior, selanjutnya akan dipimpin seorang pebisnis yang sehari-harinya bergelut dengan hitung-hitungan angka di dunia virtual. Akan ada perubahan signifikan dalam budaya kerja yang tentu tidak sama dengan sebelumnya, karena presiden memilih Nadiem sebagai menteri salah satunya karena ingin melihat warna baru dalam dunia pendidikan.

Jika kita mengikuti alur pikir pemimpin sekarang, maka yang memimpin Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB ke depan haruslah pejabat eselon II yang respect terhadap dunia industri. Hal tersebut memungkinkan, melihat perkembangan NTB sekarang (terutama industri pariwisata) menuntut pemerintah untuk menyiapkan SDM yang siap berkompetisi di dunia industri. Dan untuk melahirkan SDM yang andal di bidang industri, haruslah dirancang prosesnya dari hulu ke hilir, dari input, proses hingga output.

Tetapi sebelum berpikir untuk membangun link and match antara pendidikan dengan industri di NTB, perlu kita menengok kondisi pendidikan hari ini. Dalam optimisme yang terpatri di dalam jiwa gubernur dan masyarakat NTB secara keseluruhan tentang harapan pendidikan di masa akan datang, tentu kita tidak boleh menutup mata terhadap permasalahan-permasalahan yang ada.

Masalah Klasik

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi NTB menerangkan bahwa berdasarkan data Kemendikbud terbaru, jumlah satuan pendidikan di Indonesia lebih dari 215 ribu. Dari total tersebut, sekolah yang memiliki standar mutu baik hanya sekitar 40 ribu atau 18,8 persen saja.

Untuk wilayah Provinsi NTB, jumlah SMA sebanyak 314 sekolah. Namun yang memiliki standar baik hanya 26 SMA (dikutip dari Radarlombok.co.id edisi 27 Juli 2019). Dari jumlah yang ada tersebut tentu  masih sangat jauh dari harapan.

Pendidikan NTB saat ini masih dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan klasik seperti kekurangan guru, sebaran guru tidak merata, tenaga tata usaha (TU) yang nasibnya memprihatinkan, masih banyak sekolah yang tidak memiliki sarana dan prasarana memadai, terutama sekolah-sekolah di pinggiran.

Belum lagi para guru dan kepala sekolah dihadapkan dengan kewajiban penyelenggaraan sekolah yang harus memenuhi delapan standar pendidikan nasional (standar kompetensi lulusan,  standar isi, standar proses, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan dan standar penilaian pendidikan). Semua itu adalah kondisi dan masalah yang saat ini sedang dihadapi, dijalankan, dan dicarikan solusinya.

Jika hari ini kita dituntut untuk berpikir keras agar output dari proses pendidikan bisa berkorelasi positif dengan industri, maka yang mungkin bisa dilakukan di NTB adalah memacu seluruh sekolah menengah kejuruan untuk memenuhi 8 standar pendidikan nasional, dan perguruan tinggi yang berbasis vokasi lebih diprioritaskan keberadaannya.

Gubernur NTB Dr. Zulkieflimansyah dalam hal ini tentu akan sangat respect. Terobosan-terobosan yang dilakukan selama ini muaranya menuju ke arah pembangunan SDM yang andal, dan tampaknya Gubernur NTB memiliki visi yang sama dalam memajukan dunia pendidikan, yaitu untuk menciptakan SDM yang siap berkompetisi di dunia industri. Terobosan-terobosan yang akan dilakukan Menteri Pendidikan yang baru tampaknya akan bersambut gayung dengan visi NTB gemilang.

Terus Beradaptasi

Apa pun kebijakan yang akan dilahirkan menteri baru nantinya, masyarakat NTB harus siap. Perubahan kebijakan yang akan terjadi bisa saja memberikan peluang terhadap upaya percepatan peningkatan mutu pendidikan NTB, atau bisa juga menempatkan kualitas Pendidikan NTB pada posisi stagnan, dan mungkin saja terjadi kemunduran. Kata kuncinya adalah kemauan dan kemampuan yang cepat para penyelenggara pendidikan untuk dapat beradaptasi dengan kebijakan baru.

Selamat bekerja Pak Nadiem, selamat bekerja Bang Zul. []

Roy Marhandra
Author: Roy Marhandra

Alumnus Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam dan pemerhati pendidikan.

By Roy Marhandra

Alumnus Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam dan pemerhati pendidikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *