Untuk memperkuat langkah mitigasi risiko banjir di kawasan perkotaan, Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia mengadakan audiensi dengan Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, Ir. Roy Rizali Anwar ST, MT., serta menggelar diskusi partisipatif bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Kalimantan Selatan pada September 2024.
Audiensi dan diskusi partisipatif yang diadakan mengangkat tema “Perencanaan Pengelolaan Risiko Banjir untuk Pembangunan Kota”. Acara audiensi yang berlangsung di Kantor Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan ini menitikberatkan pada pembahasan tentang potensi bencana dan upaya penguatan ketahanan masyarakat yang tinggal di sempadan sungai atau rumah lanting, serta ketahanan wilayah terhadap risiko banjir.
Dalam agenda tersebut dijelaskan bahwa ketahanan komunitas dan wilayah sangat bergantung pada kemajuan ekonomi. Ir. Roy Rizali Anwar ST, MT. mengatakan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu faktor utama dalam memperkuat ketahanan wilayah. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal, diperlukan adanya investasi.
Melalui kegiatan ini, diharapkan SKSG dapat menjalin kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam melakukan studi komprehensif dan menyusun Roadmap Pertumbuhan Ekonomi untuk wilayah tersebut.
Peran Rumah Lanting
Agenda kemudian dilanjutkan dengan diskusi partisipatif bersama BAPPEDA Provinsi Kalimantan Selatan. Diskusi yang diadakan di Kantor BAPPEDA ini memusatkan perhatian pada strategi dan perencanaan pengelolaan risiko banjir, khususnya dalam konteks pembangunan perkotaan dan peningkatan ketahanan komunitas yang tinggal di sempadan Sungai Barito atau rumah lanting di Provinsi Kalimantan Selatan.
Diskusi partisipatif tersebut juga membahas peran rumah lanting sebagai tempat tinggal sekaligus pusat kegiatan ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di tepi sungai. Dosen SKSG, Dr. Phil in Eng. Irene Sondang Fitrintia, menyampaikan bahwa Lanting merupakan simbol kearifan lokal yang dianggap mampu bertahan terhadap risiko banjir, namun jumlahnya kini semakin berkurang.
Dalam kesempatan itu, salah seorang pegawai BAPPEDA pun mengatakan, “Banjir berisiko terjadi pada saat pasang, dengan waktu yang tidak menentu. Pada tahun 2021 banjir relatif parah di bagian timur, utara, dan tengah Banjarmasin.” Menurut informasi yang ada, banjir disebabkan oleh ketidakmampuan sistem drainase menampung air, sehingga terjadi luapan. Karenanya, sistem drainase dan masalah sedimentasi menjadi faktor krusial dalam mengurangi risiko banjir di Banjarmasin. “Upaya yang saat ini sedang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yaitu membangun kolam retensi, namun saat ini masih dalam tahap kajian,” pegawai lain menambahkan.
Adapun program lain yang diterapkan di Banjarmasin adalah Program Martapura Asri, sebuah inisiatif pelestarian lingkungan sungai yang dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Selatan. Program ini telah berjalan sekitar dua tahun dengan pendanaan dari APBD Provinsi. Keberhasilan program diukur melalui peningkatan kualitas kebersihan air sungai dan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut.
Diskusi berjalan dengan dinamis, ditandai oleh partisipasi aktif para peserta yang berbagi informasi dan pandangan terkait bencana banjir di Banjarmasin. Hasil dari audiensi dan diskusi ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam penetapan kebijakan dan program pembangunan yang lebih adaptif dan responsif terhadap risiko banjir di Provinsi Kalimantan Selatan.