Indonesia merupakan daerah rawan gempa bumi karena dilalui oleh jalur pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu: Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Jalur pertemuan lempeng berada di laut, sehingga apabila terjadi gempa besar dengan kedalaman dangkal akan berpotensi menimbulkan tsunami. Jadi, Indonesia juga rawan tsunami.

Sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) secara rutin melakukan uji coba dan pengecekan alat Sirine Peringatan Dini Tsunami (InaTEWS) setiap tanggal 26 di berbagai wilayah pesisir. Langkah ini bertujuan untuk memastikan kesiapan teknologi dalam mendeteksi ancaman tsunami dan meningkatkan kesadaran serta kesiapsiagaan masyarakat dalam merespons potensi bencana. Uji coba rutin tersebut menjadi elemen penting dalam membangun budaya siaga bencana dan memperkuat resiliensi komunitas pesisir, terutama di kawasan yang rentan terhadap ancaman tsunami akibat gempa besar seperti Megathrust.

Community Preparedness sebagai Salah Satu Pilar Resiliensi Bangsa

Community preparedness atau kesiapsiagaan masyarakat yang mencakup pelatihan, pengujian sistem peringatan dini dan simulasi evakuasi merupakan elemen kunci dari resiliensi masyarakat. Uji coba sirine tsunami InaTEWS yang dilakukan pada tanggal 26 setiap bulan adalah bagian dari strategi mitigasi bencana berbasis komunitas yang memiliki potensi untuk memperkuat resiliensi sosial.

Dalam konteks ini, sirine tsunami berfungsi sebagai alat teknis yang mendukung kesiapan masyarakat. Namun, teknologi ini hanya akan efektif jika diiringi dengan latihan rutin dan pemahaman masyarakat tentang prosedur evakuasi. Kesiapan ini tidak hanya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk merespons secara cepat saat bencana terjadi, tetapi juga membangun kebiasaan siaga yang berkelanjutan.

  • Sirine sebagai instrumen membangun resiliensi: Sirine tsunami adalah simbol dari kesadaran kolektif akan ancaman bencana. Keberadaan dan penggunaannya secara reguler menciptakan pola pikir preventif dan tangguh dalam menghadapi risiko bencana.
  • Community preparedness sebagai kunci resiliensi nasional: Masyarakat yang tanggap, terlatih, dan disiplin akan mempercepat proses pemulihan setelah bencana terjadi, sehingga mengurangi dampak destruktif terhadap keberlanjutan kehidupan mereka.

Kesiapsiagaan Komunitas: Modal Menuju Keberlanjutan

Sebagai bangsa yang bercita-cita mencapai keberlanjutan, Indonesia perlu membangun masyarakat yang tangguh dalam menghadapi ancaman bencana alam yang berulang. Kesiapsiagaan komunitas dalam merespons peringatan dini tsunami bukan hanya melibatkan tindakan teknis evakuasi, tetapi juga mendukung keberlanjutan sosial dan ekonomi jangka panjang. Masyarakat yang siap menghadapi bencana akan lebih mampu menjaga stabilitas ekonomi, mempertahankan kehidupan sosial yang harmonis, serta menjaga keberlangsungan infrastruktur.

Latihan bersama seperti drill tsunami secara rutin diperluka untuk memperkuat jaringan sosial di dalam komunitas, menciptakan solidaritas dan kerja sama, yang merupakan elemen penting dalam membangun ketahanan sosial.

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan juga ialah tentang keberlanjutan ekonomi: Komunitas yang terlatih dalam mitigasi bencana dapat mengurangi kerugian ekonomi akibat bencana, sehingga ekonomi lokal tetap berkelanjutan. Pengurangan kerugian material dan korban jiwa akan berdampak pada minimnya gangguan terhadap aktivitas ekonomi.

Resiliensi Terhadap Megathrust dan Bencana Besar

Ancaman Megathrust, dengan skala yang besar dan tidak terprediksi secara tepat, menjadi tantangan berat bagi bangsa Indonesia. Namun resiliensi terhadap bencana besar ini hanya dapat dicapai jika proses mitigasi, seperti uji coba sirine, dijalankan secara efektif dan melibatkan masyarakat secara langsung. Di sini, community preparedness harus dilihat sebagai bagian dari strategi nasional untuk membangun bangsa yang tahan terhadap dampak bencana besar.

Sistem peringatan dini, seperti InaTEWS, dan latihan rutin menghadapi tsunami akan menjadi proses pembelajaran kolektif bagi masyarakat untuk bertahan, bangkit, dan beradaptasi lebih cepat pasca-bencana. Latihan ini membangun kapasitas dan kemampuan individu dan komunitas untuk melakukan evakuasi yang cepat dan tepat, sehingga kerugian dan korban jiwa bisa diminimalkan.

Evaluasi

Dalam kesiapsiagaan menghadapi ancaman bencana besar, kemampuan masyarakat untuk merespons dalam waktu kurang dari 10 menit sangat krusial. Terutama dalam menghadapi ancaman tsunami akibat Megathrust yang besar dan tiba-tiba. Selanjutnya ialah evaluasi dan peningkatan SOP bahwa SOP evakuasi harus selalu diperbarui dan dievaluasi untuk memastikan relevansi dan efektivitasnya dalam menghadapi skenario bencana terbesar.

Untuk menjadi bangsa yang resilien dalam menghadapi bencana, kita harus menempatkan kesiapsiagaan masyarakat sebagai prioritas dalam manajemen risiko bencana. Penguatan community preparedness melalui sistem peringatan dini seperti sirine tsunami (InaTEWS) dapat menciptakan masyarakat yang tanggap, tangguh, dan memiliki kapasitas untuk pulih lebih cepat. Ini tidak hanya mengurangi dampak bencana tetapi juga mendorong keberlanjutan jangka panjang, baik secara sosial maupun ekonomi.

Eman Hermawan S.E. M.Hum.
Author: Eman Hermawan S.E. M.Hum.

American Studies Program, School of Strategic and Global Studies, Universitas Indonesia.

By Eman Hermawan S.E. M.Hum.

American Studies Program, School of Strategic and Global Studies, Universitas Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *