Kerajaan Amarta berkabung. Paseban Agung terlihat muram. Raja Yudistira duduk di singgasana dengan rasa gelisah di hadapan adik-adiknya, Bima, Arjuna, serta Nakula dan Sadewa, juga para prajurit.

Semua mendengar dan melihat bahwa benar adanya laporan Mahapatih Handoko Wono: Kerajaan Amarta sedang menghadapi bencana kelaparan dan penyakit. Banyak orang sakit sore dan kemudian pagi meninggal; ataupun sakit pagi, kemudian sore meninggal.

Dalam keheningan itu, Paseban Agung Kerajaan Amarta kedatangan tamu, yakni seorang Brahmana bernama Begawan Wacono Dewa. Seperti mendapatkan anugerah dari langit, Raja Yudistira dan Pandawa semua menaruh harapan besar pada brahmana tersebut.

Begawan Wacono Dewa bersabda bahwa Beliau sanggup membuat negara aman tenteram serta adil makmur. Bencana ini bisa hilang, tapi dengan memakai korban, seorang tumbal. Satu orang mati, tetapi seluruh rakyat hidup dan selamat. Atau, bila orang itu tetap hidup, maka seluruh rakyat akan mati.

Dan, orang yang harus jadi tumbal itu adalah Punokawan Bagong, anak dari Kyai Semar, Punokawan Madukoro, di bawah kekuasaan Raden Arjuna.

Setelah mengadakan sidang darurat, Kyai Semar mengatakan tidak sanggup membunuh anaknya sendiri. Sementara Gareng dan Petruk juga tidak sanggup membunuh sang adik. “Masa jeruk makan jeruk,” kata mereka.

Akhirnya, karena tidak ada titik temu, Raja Yudistira memerintahkan Arjuna untuk membawa Bagong menghadap Raja Amarta dalam keadaan hidup atau mati. Lalu, berangkatlah Arjuna pergi ke Karang Kedempel, tempat tinggal Bagong.

Setelah ketemu Bagong, Arjuna secara halus bilang bahwa Bagong harus menghadap Raja Yudistira. Seperti punya firasat, Bagong tetap tidak mau beranjak. Alhasil, marahlah Arjuna dan segera mengeluarkan cemeti Kyai Pamuk.

Melihat gelagat kurang baik, Bagong pun segera berlari. Arjuna mengejar, dan Bagong terus berlari, naik gunung, turun jurang. Bagong akhirnya menemui jalan buntu, sementara Arjuna terus mengejar. Bagong lantas menggelundung ke jurang yang sangat curam.

Jamus Kalimo Sodo                   

Menganggap Bagong telah mati, Arjuna segera pulang ke Kerajaan Amarta. Ia melaporkan bahwa Bagong telah mati. Sedangkan Bagong, dengan keadaan penuh luka, setengah sadar dan setengah pingsan, setengah hidup dan setengah mati, tiba-tiba didatangi Mahapatih Dewa Kahyangan Suralaya, Sang Hyang Bathara Naradha.

Bathara Naradha memerintahkan Bagong untuk menyelamatkan Kerajaan Amarta. Terlebih dulu, Bagong harus menyelamatkan Permaisuri Raja Yudistira dan merebut Pusaka Amarta “Jamus Kalimo Sodo” yang oleh Begawan Wacono Dewa diberikan kepada Raja Kerajaan Parangrejeng, yaitu Kala Sereng.

Dan, Bagong diperintahkan untuk bisa membunuh Begawan Wacono Dewa. Agar ia bisa melakukan tugas berat itu, Bathara Naradha memberinya senjata berupa cincin “Mustikaning Bumi”.

Singkat cerita, setelah pulih, Bagong terbang ke Kerajaan Parangrejeng dan berhasil membunuh Kala Sereng. Tak lupa ia membebaskan Dewi Durpadi dan membawa kembali pusaka “Jamus Kalimo Sodo”. Pakaian Raja Kala Sereng pun segera dipakai oleh Bagong, sehingga disebut “Bagong Ratu” dengan nama Prabu Kala Sereng.

Kemudian, ia pergi ke Kerajaan Amarta dan langsung “duel” dengan Begawan Wacono Dewa. Ketika dipukul dengan senjata cincin mustikaning bumi, Begawan Wacono Dewa badhar (berubah wujud) menjadi Bethari Durga ya Bethari Permoni, dewi para lelembut, raja dari jin, syetan, iblis, banaspati, tuyul, dan lain-lainnya.

Baca Juga: Memperebutkan Dewi Tara

Dia diusir kembali pulang ke tempat asalnya, yakni Pasetran Gondolumayit, ya Ngukir Pidikan. Dan, badhar-lah Prabu Kala Sereng menjadi Bagong sejati, seorang punokawan, hanya “kawula alit’, namun bisa ikut berjuang menyelamatkan Kerajaan Amarta dari gangguan para “dedemit” dan “lelembut”. [Tegalmulyo, Rabu Pon, 4 Desember 2019]

Wija Sasmaya
Author: Wija Sasmaya

Penulis dan penyair.

By Wija Sasmaya

Penulis dan penyair.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *