Alkisah, dalam serial Mahabarata selalu diceritakan tentang perebutan Negara Astina Pura oleh Kurawa dan Pandawa.

Sebenarnya, negara tersebut milik Pandawa. Setelah ayah dari Pandawa, Raja Pandu Dewanata, mangkat, Kerajaan Astina Pura dititipkan kepada kakak Pandu, yaitu Destrarata.

Ia dipercaya menjadi Raja di Astina Pura, karena putra-putra Pandu yang disebut Pandawa masih kecil. Perjanjiannya, kelak saat putra-putra almarhum Pandu dewasa, Kerajaan Astina Pura dikembalikan kepada Pandawa.

Namun ternyata Prabu Destrarasta ingkar janji. Setelah anak-anak Pandu dewasa, kerajaan Astina Pura tidak dikembalikan, melainkan diberikan kepada anak-anaknya sendiri, yaitu Kurawa.

Hal itulah yang menjadi sumber konflik, perselisihan, bahkan peperangan antara Pandawa dan Kurawa. Pandawa menuntut haknya atas Kerajaan Astina Pura, sementara Kurawa bersikukuh mempertahankan kekuasaannya.

Maka gejolak selalu muncul antara perang dan damai.

Koleksi: Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures
Perang Baratayuda

Diceritakan, sebelum terjadi perang besar “Baratayuda Jayabinangun”, telah berulang kali terjadi peperangan berskala lebih kecil. Terutama terkait usaha Kurawa untuk membunuh Pandawa dan anak-anaknya.

Kurawa pun sepakat untuk mengangkat Dursala, yaitu anak Pangeran Dursasana, sebagai senopati perang Kurawa. Di padang Kurusetra, tempat peperangan berlangsung, Dursala kemudian ditemui oleh Raden Gatotkaca sebagai senopati perang dari Pandawa.

Terjadilah pertempuran seru di antara keduanya. Raden Dursala dengan senjata andalan Pusaka Bental Jemur, yakni sejenis gada kecil tapi tajam luar biasa, mengamuk di medan perang.

Toh, Raden Gatotkaca adalah senopati pilihan “Pengawak Brojo”, seluruh tubuhnya bisa menjadi besi yang kebal terhadap senjata apa pun. Lebih lagi, ia banyak punya ajian yang nggegirisi (menakutkan). Antara lain, ajian narantaka, ajian brajamusti, dan ajian ismu gunting.

Akhir pertempuran, Raden Dursala dihantam ajian narantaka milik Raden Gatotkaca. Gugurlah Raden Dursala dengan tubuh hancur lebur.

Setelah menang perang, Raden Gatotkaca bertapa dan bersamadi di Pertapaan Pare Anom, pertapaan mahagurunya—ya guru lahir, ya guru batin. Beliau Adalah Eyang Resi Seto (kakek dari Pandawa).

Sementara Dursala gugur, Kurawa marah dan ingin membalas dendam atas kematiannya dengan mengangkat Senopati Perang baru, bernama Prabu Dewa Prawoto.

Gugurnya Dursala juga membuat ayahnya, Pangeran Dursasana, setengah sakit jiwa, linglung, menyesal, dan merasakan kehilangan yang mendalam. Dalam sakit hatinya, Pangeran Dursasana hanya ingin melihat Gatotkaca mati, dengan cara apa pun. [Bersambung]

Wija Sasmaya
Author: Wija Sasmaya

Penulis dan penyair.

By Wija Sasmaya

Penulis dan penyair.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *