Tahun ini, Sumbawa Cinema Society (SCS) mengadakan Festival Film Sumbawa (FFS). Ini festival film pertama yang digelar di Pulau Sumbawa. Tema yang diangkat adalah “Warna Keberagaman”.
Pulau Sumbawa merupakan salah satu pulau di gugusan Kepulauan Nusa Tenggara yang sejak dulu terkenal dengan madu, sarang burung, dan kayu sepang. Produk-produk tersebut menjadi unggulan dari zaman pelayaran maritim Nusantara, bahkan sebelum Indonesia eksis sebagai negara.
“Pelayaran dan perdagangan maritim membawa Sumbawa menjadi pulau perlintasan berbagai bangsa, sehingga iklim multikultur telah ada di pulau ini sejak zaman Kesultanan Sumbawa,” kata Yuli Andari, Ketua SCS.
Sebagai daerah yang dahulunya merupakan wilayah kesultanan, Sumbawa menjadi pusat peradaban multikultur, sehingga masyarakatnya telah hidup berdampingan dan menerima pendatang dengan tangan terbuka.
Di Sumbawa Besar, ibu kota Kabupaten Sumbawa, sampai saat ini masih eksis kampung-kampung berdasarkan latar belakang etnis. Antara lain kampung Jawa, kampung Bali, kampung Timor (Marilonga), kampung Bugis, kampung Lombok, kampung Arab, dan pecinan (kampung Tionghoa), yang letaknya berdekatan dengan pusat kota lama.
Keberadaan berbagai etnis ini memunculkan interaksi yang melahirkan akulturasi budaya di Sumbawa. Roda perekonomian dan denyut nadi Sumbawa Besar sejak dulu dijalankan oleh masyarakat multikultur yang saling bekerja sama.
Melibatkan Anak Muda
Berangkat dari hal tersebut, SCS yakin upaya menyebarkan informasi tentang keberagaman dan kearifan lokal masyarakat Sumbawa penting untuk dilakukan. Terutama bagi generasi muda, agar dapat memahami makna nilai-nilai keberagaman, toleransi, dan perdamaian.
“Maka, kami berkomitmen untuk mengangkat tema keberagaman dalam beberapa tahun ke depan,” Yuli menambahkan
Selain itu, didasari pemikiran bahwa kaum muda harus dilibatkan sejak awal, SCS berupaya untuk menyalurkan minat dan bakat anak muda lewat medium audio visual. Alhasil, dalam festival ini, diadakan pula kompetisi film pendek se-Nusa Tenggara Barat.
“Rangkaian kegiatannya sendiri sudah dimulai sejak Agustus lalu,” ucap Yuli.
Diharapkan, generasi muda dapat mengangkat nilai-nilai keberagaman dan toleransi dalam film yang dibuat.
Perkembangan kegiatan perfilman di berbagai wilayah Indonesia sendiri terus bergeliat sejak sepuluh tahun terakhir. Beberapa kota besar di Pulau Jawa, seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta, secara rutin mengadakan festival film tahunan yang menjadi etalase bagi para sineas untuk mempertontonkan karya-karya terbaru mereka.
Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF), misalnya, telah menjadi ikon festival film di Kota Gudeg dan masuk agenda rutin kota tersebut. Seluruh masyarakat Yogyakarta, terutama para pembuat film, turut berkontribusi menyemarakkan festival ini.
Pada gilirannya, kegiatan tersebut turut menggerakkan roda ekonomi lewat sektor pariwisata. Demikianlah, festival film yang digagas SCS ini sangat perlu didukung. Selain mengangkat industri kreatif, bukan tidak mungkin dari ajang ini lahir sineas-sineas muda yang bakal mendunia. []