Saat keadaan negara mulai memburuk dan mengalami berbagai gejolak, diperlukan pemimpin yang mampu menyelamatkannya.

Di era milenial ini, manusia dipacu untuk menyesuaikan keadaan dengan segala perubahan. Terutama seiring maraknya teknologi yang menawarkan segala kemudahan imajinasi, edukasi, dan sosialisasi, di mana jarak bukan lagi menjadi penghalang.

Ruang pertemuan fisik telah digantikan ruang pertemuan digital yang memfasilitasi generasi milenial untuk mengakses komunikasi antar-individu. Jadi, kemajuan teknologi ini menghadirkan begitu banyak manfaat.

Krisis Kepemimpinan

Media sosial menjadi ruang publik digital yang dalam hitungan detik diisi berbagai informasi silih berganti. Selain memakai media sosial, generasi milenial sebagai pengguna Internet terbesar di Indonesia cenderung lebih memilih telepon selular dibandingkan televisi. Mereka lebih suka melihat gambar ataupun video.

Kondisi ini cukup dapat mengalihkan perhatian para milenial dari masalah percintaan ke isu global. Perhatian mereka, misalnya, sudah mengarah pula pada masalah lingkungan. Sejak dulu hingga kini potret kemiskinan masih sering muncul menghiasai layar smartphone mereka, bahkan tidak ada habisnya.

Belum lagi korupsi yang terjadi di mana-mana, serta sulitnya mengakses pendidikan dengan fakta bahwa tidak semua milenial mampu mengenyam pendidikan sesuai keinginan, plus sulitnya mencari pekerjaan.

Imbasnya, para milenial mulai mempertanyakan akuntabilitas dan transparansi pemerintah, sehingga memicu munculnya krisis kepemimpinan. Pada gilirannya, krisis tentu akan menghambat perkembangan dan pembangunan negara.

Aroma krisis kepemimpinan saat ini begitu menyengat, dan kita sudah terpapar dengan situasi yang tidak mungkin kita bisa lari darinya. Berbagai harapan dan keinginan dapat dibaca di dinding-dinding media sosial. Kritikan, pujian, bahkan cacian seolah-olah sudah menjadi hal yang tidak tabu lagi.

Maka, sampailah kita pada kebutuhan akan sosok pemimpin yang ideal. Di dorong hasrat yang kuat akan keinginan memiliki seorang pemimpin ideal, terkadang generasi milenial terinpirasi oleh superhero yang menjadi idolanya. Mulai dari sosok yang kuat dan selalu membantu kepentingan orang banyak hingga sosok yang mampu menyelesaikan segala permasalahan dengan cepat.

Tidak ada yang salah dengan harapan itu, walau terkadang harapan tidak berbanding lurus dengan kenyataan. Yang pasti, Indonesia sangat butuh sosok pemimpin yang mampu mengubah keadaan menjadi lebih baik dan sesuai dengan harapan, demi kemajuan bangsa dan negara.

bps.go.id
Pemimpin Ideal Era Milenial

Upaya mewujudkan harapan atau keinginan memang tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Tetapi pemimpin yang baik akan bertindak melebihi harapan yang ditetapkannya, dan dia akan mencari terobosan yang positif.

Saat ini pemimpin yang disukai adalah pemimpin yang menyentuh hari rakyat dengan karismanya. Dalam memberi contoh, pemimpin harus berani berbeda, baik dari cara berpikir, kebijakan, maupun penampilan.

Oleh karena itu, pemimpin di era digital harus menguasai dan dapat mengimplemantasikan berbagai gaya kepemimpinan, serta terbuka untuk berkolaborasi tanpa kehilangan arah atas visi misi mereka.

Pemimpin yang cerdas adalah pemimpin yang memiliki kemampuan menyelesaikan permasalahan dengan cepat. Generasi milenial tampaknya butuh pemimpin yang memiliki karakter:

1. Tegas

Tugas akan berhasil dijalankan dengan baik apabila pemimpin memahami atau mengetahui cara bersikap dengan tegas (bukan keras). Kepemimpinannya akan tampak dalam proses mengarahkan, membimbing, mempengaruhi, dan menguasai pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain.

Sikap tegas ditunjukkan dengan cara yang elegan dan penuh percaya diri untuk menyampaikan keinginannya, dan bertanggung jawab atas setiap ucapannya. Dia pun jujur mengungkapkan kondisi yang sebenarnya, sehingga berani membuat keputusan pada waktu atau situasi yang tepat untuk meminimalkan berbagai permasalahan agar tidak berkembang menjadi bom waktu.

Tegas di sini  bukan berarti keras.

2. Cerdas

Seorang pemimpin memang dituntut cerdas, mau tidak mau, suka atau tidak suka. Kecerdasan dalam memimpin merupakan tuntutan dari para pengikut. Tentu tidak ada yang mau mengikuti orang yang bodoh.

Cerdas tidak sama dengan pintar. Pemimpin yang cerdas akan memprioritaskan diri dalam mengambil keputusan dan mengatur kebijakan strategis. Dia tidak bertele-tele dan lambat dalam mengambil keputusan. Kalau bisa cepat, mengapa harus lambat?

Karena setiap gerakan akan menjadi sorotan bagi semua orang. Ibarat kita sedang menonton pertandingan sepak bola, kemampuan mengeksekusi bola untuk menghasilkan gol merupakan hal yang sangat ditunggu-tunggu.

Gaya bicara yang lugas dan lancar menunjukkan kecerdasan seorang pemimpin, disertai kemampuan menjelaskan alasan-alasan penting dalam pengambilan keputusan. Dia mampu mengatur kebijakan strategis dengan dibekali wawasan luas dan menyeluruh. Walaupun tidak secara mendalam, pemimpin cerdas haruslah menguasai bidang-bidang terkait.

3. Peduli

Terkadang, ketika terbiasa dengan keadaan serba ada dan selalu dilayani, kita menjadi lupa pada orang lain. Sikap ini berseberangan dengan sifat peduli. Peduli adalah sikap memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, selalu tergerak membantu kesulitan orang lain dan selalu berusaha membangkitkan kemandirian masyarakat.

Pemimpin yang selalu menginginkan kebaikan untuk rakyatnya berarti memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap kemanusiaan. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang sangat peduli akan keberlangsungan hidup dan kesejahteraan rakyat.

Bayangkan jika seorang pemimpin tidak memiliki rasa peduli, mau dikemanakan negara ini? Dan, tidak ada manfaatnya seorang menjadi pemimpin jika tidak memiliki jiwa itu.

4. Integritas

Pemimpin yang berintegritas biasanya akan menunjukkan empat sifat: tulus bersikap, syukur, malu, dan akhlak yang baik. (Lebih lanjut baca: Menakar Integritas ASN)

5. Digital Mindset

Pemimpin milenial harus mampu mencari terobosan dengan memanfaatkan teknologi era digital sebagai sarana untuk mendukung keberhasilan dalam melaksanakan tugas. Jika seorang pemimpin tidak berupaya mencari terobosan baru, , maka dia akan dianggap tidak adaptif.

Kini, misalnya, kita mudah saja melakukan pertemuan di ruang digital untuk mengetahui sejauh mana perkembangan dari tugas yang telah diberikan dan membahas berbagai inovasi lain, tanpa dibatasi jarak dan waktu.

Demikian kiranya karakter yang harus dimiliki seorang pemimpin dengan tetap mengedepankan adab negarawan sejati. []

REFERENSI
  • Ancok, Djalaluddin (2012). “Psikologi Kepemimpinan & Inovasi”
  • , diakses 10 april 2019.
  • , diakses 10 april 2019.
Tuti Aprianti
Author: Tuti Aprianti

Widyaiswara Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi NTB.

By Tuti Aprianti

Widyaiswara Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi NTB.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *