Mana si tau barang kayu,
Lamen to si sanyaman ate,
Nan si sanak parana.

Siapa pun kamu, dari mana pun kamu berasal,
Apabila kamu berhasil meraih hati orang Sumbawa,
Maka kamu adalah saudara saya.

Sebait lawas (pantun atau puisi pendek) dari Sumbawa di atas terucap beberapa kali saat kami berbincang dengan Yuli Andari Merdikaningtyas, Ketua Sumbawa Cinema Society (SCS) sekaligus salah seorang penggagas Festival Film Sumbawa (FFS) 2019. Kami berbincang di markas SCS—komunitas film pertama di Sumbawa—dalam suasana sore yang cukup benderang.

Ketika ditanya mengapa sering menyitir sebait lawas tersebut, ia menjawab spontan, “Karena lawas itu mengandung makna yang sangat dalam tentang dunia batin Tau Samawa yang egaliter, mudah berteman, dan memiliki toleransi tinggi.”

Dua pelajaran yang paling berharga: perjalanan dan pengalaman.
Sudut Kota Praha, 01.07.2019. [Dok. Istimewa]

Perempuan kelahiran Sumbawa Besar 39 tahun lalu ini sudah mendalami konsep toleransi dan sikap terbuka yang dimiliki orang Sumbawa sejak dua tahun silam. Saat itu ia melakukan penelitian untuk proyek seni kolaboratif “Harmoni di Tana Samawa” (2017) dan dilanjutkan dengan “Simfoni Cinta untuk Sumbawa” (2018).

Kedua proyek seni kolaboratif ini terpilih sebagai penerima Hibah Cipta Perdamaian yang diselenggarakan Kedutaan Denmark untuk Indonesia dan Yayasan Kelola. Sebagai pembuat film dokumenter yang beberapa karyanya sudah diputar di kancah nasional dan international, Andari—panggilan akrabnya—juga melihat relevansi penggunaan medium seni untuk menyuarakan perdamaian.

Perbincangan kami pun berkembang mulai dari soal lawas, proyek seni kolaboratif, festival film, hingga studi lanjutnya dalam program master International Peace and Conflict Studies (IPACS) di Collegium Civitas, Warsawa, Polandia, lewat dukungan dana dari Beasiswa NTB. Berikut petikan wawancaranya:

Tampaknya, apa yang Anda lakukan beberapa tahun ini memiliki keterkaitan erat dan ada benang merahnya, yaitu tentang keberagaman, toleransi, dan perdamaian. Ada alasan khusus?

Kalau dibilang apa yang saya lakukan beberapa tahun belakangan ini memiliki keterkaitan erat, bisa saya katakan ada benarnya. Namun saya sendiri baru menyadarinya setahun terakhir, yaitu saat memilih jurusan untuk studi lanjutan ke Polandia.

Setelah setahun memperdalam ilmu di jurusan IPACS, Collegium Civitas, perspektif saya makin terbuka tentang bagaimana keterkaitan di antara lintas bidang ilmu. Bila ingin belajar media lebih lanjut, tidak harus masuk di jurusan ilmu komunikasi, karena jurusan-jurusan yang tersedia sudah lintas disiplin ilmu. [baca selanjutnya]

Shella Novia
Author: Shella Novia

Koordinator Tim Media Relation FFS 2019.

By Shella Novia

Koordinator Tim Media Relation FFS 2019.

One thought on “<span style='color:#ff0000;font-size:16px;'>Sosok di Balik FFS 2019</span> <h/1> <span style='font-size:14px;'><h3>Yuli Andari Merdikaningtyas: Lawas, Festival Film, dan Studi di Polandia</h3>”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *