Toleransi di Sekolah Katolik
Bagi para pelajar di Sumbawa, kegiatan produksi film ini sangat menarik dan besar manfaatnya untuk melatih kepekaan sosial, daya kreatif, dan kemampuan teknis menggunakan kamera dalam merekam momen yang sesuai dengan ide cerita.
Saat menyampaikan pendapatnya tentang ide cerita yang dikirimkan kepada panitia, Eunike Hellena Hapsari, pelajar SMAK St. Gregorius Sumbawa mengatakan melalui film dokumenter ia akan menyampaikan opininya tentang keberagaman di sekolah.
“Di sekolah kami sangat terasa suasana toleransinya. Meski sekolah Katolik, kami juga diajar oleh para guru dari agama berbeda. Sebagai pendidik, nilai baik selalu dicontohkan para guru kepada kami. Misalnya, ibu guru kami yang muslim tidak sungkan mengingatkan untuk melakukan misa pagi. Begitupun sebaliknya, saat salat zuhur, guru kami yang muslim bebas beribadah menurut keyakinannya. Cerita keseharian inilah yang ingin kami rekam dalam film dokumenter Pelita Kebhinekaan,” ujar Eunike tentang film dokumenter pertamanya ini.
Proses pengambilan gambar yang dilakukan Eunike dan tim berlangsung selama dua hari, yaitu di sekolah mereka dan tempat tinggal narasumber. Mereka mulai merekam gambar pada pukul 05.30 pagi dan melakukan shooting berdasarkan alur cerita yang telah dikembangkan di bawah pendampingan tim SCS.
Tim ini didampingi Ahmad Syafi’i Nur Ilahi, mahasiswa semester 5 Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Teknologi Sumbawa (UTS), yang setahun sebelumnya telah mengikuti workshop pengembangan ide film yang diselenggarakan SCS.
“Saya senang sekali bergabung sebagai fasilitator dalam program SCS, ada banyak hal baru yang saya dapatkan. Saya ingin jadi pendamping bukan berarti karena saya merasa lebih pandai dari adik-adik SMA ini, tetapi justru karena saya ingin belajar banyak dari mereka,” tuturnya. [baca selanjutnya: Kerukunan Kampung Multikultur]
