
Mengapa Anda atau SCS sangat memperhatikan isu keberagaman, toleransi, dan perdamaian beberapa tahun ini? Lalu, mengapa isu tersebut dianggap penting di Sumbawa?
Kalau saya ceritakan tentang motivasi pribadi terkait tiga hal tersebut akan panjang sekali, namun coba saya jelaskan. Yang paling mendasar mengapa keragaman, toleransi, dan perdamaian ini sangat penting bagi kita warga negara Indonesia karena ketiganya adalah jiwa kita. Bapak bangsa Indonesia telah merumuskannya dalam nilai-nilai Pancasila.
Di Sumbawa pernah beberapa kali terjadi konflik, yang masih diingat masyarakat yaitu kerusuhan tahun 1983 dan 2013. Entah kebetulan atau tidak, ada rentang waktu 30 tahun di antara kedua konflik tersebut. Mengapa konflik kembali terjadi? Pertanyaan itu sangat mengusik hati saya.
Namun setelah belajar tentang kajian konflik dan perdamaian, saya menyimpulkan bahwa perdamaian harus terus diperjuangkan, harus terus dipromosikan, walau suatu wilayah itu dianggap kondusif. Perdamaian adalah satu komitmen yang perlu dijaga. Semua orang harus terlibat.
Saya sebagai warga negara Indonesia dan SCS sebagai komunitas anak muda berpendapat bahwa kondusivitas Sumbawa harus terus dijaga karena bukan tidak mungkin riak-riak kecil ataupun gesekan-gesekan kecil yang tak tuntas akan memantik api konflik.
Apa motivasi Anda menggagas FFS 2019 dengan tema “Warna Keberagaman”?
Motivasi terbesar saya ada dua. Pertama, melalui film saya bisa merangkul anak muda dengan cara yang menyenangkan untuk terus mempromosikan keberagaman, toleransi, dan perdamaian. Kedua, film adalah medium yang sangat universal. Bisa menjadi medium pendidikan, juga menjadi ajang untuk menunjukkan potensi kreatif.
Karena sasaran utama adalah anak muda, maka energi kreatifnya bisa tersaluran melalui film. Festival film adalah program baru SCS setelah sebelumnya kami memiliki empat program, yaitu apresiasi, produksi, jejaring, dan pengembangan kapasitas anggota SCS. Nah, festival film sebagai ajang untuk merayakan keempat kegiatan sebelumnya.
Respons tentang tema keberagaman juga lumayan bagus, puluhan ide cerita film masuk, dan terseleksi 10 ide film potensial. Jadi, festival film ini untuk merayakannya karena keberagaman adalah bagian dari kemanusiaan kita.
Saat ini Anda masih tercatat sebagai penerima Beasiswa NTB dan berkuliah di Polandia, apa relevansi ilmu Anda dengan kegiatan selama ini?
Saya berkuliah di jurusan IPACS. Di jurusan itu, ada mata kuliah yang mempelajari bagaimana media saat ini justru sering menjadi sumber konflik daripada menyuarakan perdamaian. Berita di televisi maupun di sosial media tidak lagi dapat kita percaya 100 persen. Sehingga diperlukan pisau analisis yang multi-perspektif.
Makanya, seperti ada benang merahnya antara apa yang saya lakukan dua tahun lalu dengan saat ini. Bedanya, dulu saya melakukannya sebagai praktisi, karena saya pembuat film atau pelaku seni. Sedangkan kini saya bisa mempelajari studi perdamaian dan konflik dari sisi akademis, seperti mempelajari Galtung’s triangle (teori Johan Galtung tentang segitiga konflik) atau bagaimana menggunakan seni untuk mewujudkan proses perdamaian di wilayah yang berkonflik.
Jadi, kalau ditanya apa relevansinya, ya sangat terasa. Saya sangat bersyukur memiliki kesempatan kuliah lagi melalui Beasiswa NTB. Sebab, berkuliah lagi berarti membuka cakrawala berpikir kita menjadi lebih luas, lebih open-mind. Dan, mengapa harus di luar negeri? Agar kita memiliki jarak dengan Indonesia. Persoalan yang ada di kampung halaman bisa terpetakan secara lebih jernih. [baca selanjutnya]
sangat bermanfaat, makasih